Sebelum masuk ke pembahasan yang lebih detil, ada baiknya aku menyampaikan hal-hal yang terkait dengan faktor-faktor penarik yang tidak diketahui banyak orang, khususnya di Indonesia, mengenai Tiongkok daratan. Namun sebelumnya aku menyampaikan beberapa hal mengenai faktor penarik ini merupakan hal-hal nyata yang aku alami sendiri selama tinggal dan menjalani kehidupan di Tiongkok. Faktor-faktor penarik yang akan dijelaskan hanya spesifik terkait dengan pekerjaan dan karir.
Faktor Pertama adalah mengenai peningkatan kualitas dan taraf hidup. Hal ini merupakan latar belakang umum yang juga dapat digunakan ketika kita ingin menempuh studi di luar negeri dan bekerja tidak hanya di Tiongkok namun juga di negara-negara lain. Walaupun faktor ini terdengar seperti klise atau tidak semudah apa yang diucapkan, namun paling tidak ada harapan yang bisa kita capai tergantung bagaimana kita menjalani dan mempersiapkan hal-hal yang berkaitan. Peningkatan kualitas dan taraf hidup ini berlaku secara umum. Faktor penarik ini juga menurutku hanya berlaku pada orang-orang yang datang dari negara-negara berkembang. Untuk orang-orang yang datang dari negara-negara maju di Barat, Jepang, Korea, maupun Australia, Tiongkok bukan merupakan wilayah favorit penekunan karir dan Faktor Pertama ini tidak berlaku bagi mereka.
Peningkatan kualitas dan taraf hidup juga dapat diartikan pada tujuan akhir dari apa yang ingin dicapai, khususnya ketika kita dapat membandingkan dengan beberapa situasi dan kondisi mengenai pekerjaan, karir, kehidupan di Tiongkok dengan di Tanah Air.
Aku sendiri tidak memberikan garansi apa-apa terhadap hal yang satu ini. Ini dapat terjadi karena setiap kita memiliki definisi yang berbeda-beda yang terkait dengan peningkatan taraf hidup, tujuan-tujuan yang ingin dicapai, dan preferensi-preferensi lain. Namun perspektif yang bisa aku berikan dalam hal ini adalah karena tidak banyak khalayak yang mengetahui mengenai Tiongkok di Tanah Air. Terlalu banyaknya kesan maupun konten-konten “pemasaran” yang terkait dengan kehidupan di Barat membuat seakan-akan Tiongkok merupakan negara dengan kelas bawah.
Dalam hal ini aku tidak akan mencoba untuk berdiskursus mengenai angka-angka dan data, karena itu bukan maksudku dan bukan pula kemahiran utama yang aku miliki. Yang aku tahu adalah, sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok tahun 1949, mereka telah berusaha sekuat tenaga untuk bisa menjadikan negara mereka memiliki kelayakan yang cukup/lebih dari cukup untuk ditinggali oleh populasi sekian banyaknya. Sehingga, untuk aku pribadi, kesan yang ada pertama kali tiba di Tiongkok adalah kesan mengenai negara yang maju.
Namun, misalkan saja kita berbicara mengenai ilustrasi angka, kebanyakan kota-kota besar yang tergolong kedalam Tier 1 memiliki rata-rata pendapatan penduduk yang cukup besar. Sebagai ilustrasi, untuk kota-kota seperti Beijing, Shanghai, dan Tianjin sudah memiliki angka Produk Domestik Bruto tingkat kota di atas 10.000 USD sejak tahun 2011 lalu. Hal ini mengisyaratkan bahwa angka produktifitas masyarakat nilai (nominal) yang digunakan untuk menghargai kerja keras setiap orang cukup tinggi. Dengan begitu, aku pikir taraf hidup yang baik dari segi ekonomi dapat kita usahakan dan kita capai.
Faktor Kedua adalah mengenai masa depan. Masa depan yang dimaksud bukanlah dalam artian pembahasan-pembahasan yang digunakan para trainer untuk memotivasi orang-orang baik individu maupun kelompok. Tidak pula konteks yang dimaksud adalah untuk memacu semangat para siswa sekolah-sekolah yang akan mengikuti Ujian Nasional. Konteks masa depan yang dimaksud di sini adalah menghadapi realitas yang ada dalam konteks global. Sejurus hal ini terlihat sangat besar dan jauh dari konteks yang mungkin pribadi-pribadi kita sedang jalani. Namun, paling tidak dengan mengetahui perspektif ini, pada akhirnya nanti aku bisa dengan yakin menyatakan ‘bukankah sudah pernah aku bilang sebelumnya?’.
Sudah banyak sekali buku-buku referensi untuk menambah pengetahuan yang berkenaan dengan kemajuan bangsa-bangsa Asia. Peran kemajuan-kemajuan tersebut juga didasari oleh hakikat sejarah yang akan kembali terulang dengan sendirinya. Negara-negara Asia bisa dibilang merupakan negara-negara “Tua”; kalaulah tidak bisa dibilang negara, maka suku-suku bangsa “Tua”. Berbeda dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, beberapa negara Eropa, dan Australia (misalnya) yang merupakan destinasi “baru” masyarakat dunia yang sedang mencari peruntungan di Tanah Asing.
Sebagai bagian dari bangsa-bangsa “Tua”, Indonesia dan Tiongkok sesungguhnya memiliki fondasi penting akan kemajuan-kemajuan yang bisa dicapai. Dengan fondasi-fondasi semacam identitas nasional, etika, jiwa, semangat, dan hal-hal nir-fisik lainnya, membuat aku pribadi optimis mengenai bangsa-bangsa Asia yang akan kembali berjaya di masa depan; dan menurutku masa depan itu tidak jauh dari titik waktu aku membuat ulasan ini.
Menurutku, pola pikir utama yang perlu disadari mengenai pesatnya pertumbuhan negara-negara Asia adalah mengenai semangat kolaborasi dan aktivitas-aktivitas positif, bukan sebaliknya. Seseorang bisa lebih maju dari kita bukan berarti kita harus berkompetisi di ceruk atau beliung yang sama; pasti ada hal-hal (alternatif, pilihan) yang bisa lebih bermakna positif dan kolaboratif dalam memandang suatu hal.
Kembali ke inti dari Faktor Kedua, Tiongkok memiliki kelebihan dalam konteks kebisaan untuk membuat arah pertumbuhan, perkembangan, dan pembangunan dalam hal ekonomi—tentunya—lebih terprediksi. Hal ini menjadi penting mengingat ketika kita berbicara konteks masa depan adalah mengenai siapakah yang lebih memiliki kesiapan untuk meraihnya. Terlepas dari konstelasi politik domestiknya, Tiongkok bisa dikatakan merupakan negara yang lebih mampu dan siap untuk meraih masa depan—yang tidak lama akan tiba.
Ketika masa itu tiba, maka hal-hal yang berkenaan dengan Tiongkok akan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Hal-hal yang berkenaan dengan kemahiran berbahasa Mandarin, relasi dengan Tiongkok (orang-ke-orang, organisasi, bisnis, keluarga, dan sebagainya), kepemahaman soal Tiongkok, dan hal-hal lain akan terasa lebih signifikan.
Dalam konteks ini kita juga bisa mengilustrasikan dengan perbandingan-perbandingan. Misalnya pada tahun 2030 negara Angola didaulat menjadi salah satu negara maju yang masuk ke dalam jajaran 7 negara-negara besar (G7), apakah hal tersebut akan membawa dampak ke diri kita? Mungkin banyak dari kita lantas mengira-ngira letak dari negara Angola tersebut karena tidak tahu, atau merasa tidak peduli dengan hal tersebut karena Angola letaknya di Afrika Barat yang sangat jauh dari Tanah Air dan tidak akan membawa dampak yang terlalu signifikan—mungkin beberapa dampak khususnya ekspor, ada. Namun bila melihat Tiongkok, negara yang notabenenya hanya 3 jam penerbangan dari Jakarta merupakan ‘Tetangga Tua’ Bangsa Indonesia (Nusantara) yang sangat dekat. Artinya, hal apapun yang terjadi terhadap Tiongkok akan membawa dampak-dampak langsung dan tidak langsung terhadap Indonesia, dan juga terhadap negara-negara tetangga di kawasan.
Begitu pula dengan ketika kita membahas mengenai barang-barang yang datangnya dari Tiongkok. Umumnya, banyak orang merepresentasikan Tiongkok dengan kebendaan. Barang-barang yang beredar di seluruh dunia hampir tidak ada yang tidak berlabel ‘Made in China’. Semua orang rasanya juga sepakat kalau barang-barang dengan label tersebut memiliki kesan kualitas yang tidak baik dan dipandang sebelah mata. Hal ini sebenarnya yang menjadi poin utama dari bagaimana kita memandang sesuatu. Untuk orang-orang yang sudah lama berkecimpung di dunia bisnis yang terutama manufaktur produk-produk, tentu bisa lebih memandang hal ini secara lebih komprehensif.
Di Tanah Air sendiri kita sering kali mendengar istilah ‘ada uang, ada barang’, hal ini serta-merta juga terjadi di Tiongkok dalam konteks melihat kualitas barang, harga nominal barang, dan kesan mengenai suatu barang. Namun dalam ulasan kali ini aku tidak akan terjebak ke dalam perdebatan yang tidak perlu perihal label ‘Made in China’ ini.
Banyaknya barang-barang yang di produksi asal Tiongkok baik oleh pabrikan manufaktur lokal maupun internasional membuat barang-barang Tiongkok perlu untuk dapat mengakses pasar global yang lebih luas lagi. Untuk segi kualitas, aku pribadi pikir tergantung dari jenis barang yang sedang kita perbincangkan. Sesungguhnya banyak barang-barang dengan kualitas baik dan sangat baik juga diproduksi lokal di Tiongkok dan dapat diterima oleh para konsumen di seluruh dunia.
Artinya, bahwa barang-barang yang perlu akses pasar global yang lebih luas membutuhkan banyak sekali orang-orang asing yang mampu untuk bisa mengenali dan mengidentifikasi pasar yang paling familiar dengan mereka. Keberadaan pasar dan konsumen memang sangat dinamis. Namun eksistensi kemunculan barang-barang tersebut di pasaran akan hadir dalam jangka waktu yang sangat panjang. Dengan begitu hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor penarik untuk orang-orang asing datang ke Tiongkok.
Faktor Ketiga adalah mengenai keamanan. Bukan berarti aku ingin melangkahi takdir atau merasa bisa melampaui kuasa Tuhan, namun ketika berbicara karir jangka panjang dan kita berada di negara orang, hal yang juga menjadi pertimbangan adalah faktor-faktor keamanan. Menurutku faktor ini juga penting mengingat ketika kita sedang berfokus pada kegiatan utama dalam penekunan karir, kita diharuskan untuk fokus.
Pada awal kedatangan ke Tiongkok, aku pikir bahwa negara ini memiliki tingkat keamanan yang biasa-biasa saja. Sehingga sebelum ketibaan pertama kali di Tiongkok, aku sudah cukup bersiap-siap dengan artian berusaha untuk menjaga agar hal-hal semacam barang bawaan, benda berharga, sampai pada tidak keluar pada larut malam. Namun, setelah menjalani hari-hari di awal ketibaan, aku menyadari bahwasanya tidak ada sesuatu yang buruk terjadi dalam hal keamanan.
Selain memang karena kepastian hukum yang keras di Tiongkok (untuk para pelaku kejahatan), juga bisa dilihat dari faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan pada diri kita. Umumnya kita sendiri juga perlu waspada dan merasa awas terhadap lingkungan sekitar. Ketika bepergian diusahakan tidak perlu membawa terlalu banyak pernak-pernik atau benda-benda dengan nilai tinggi. Walaupun di Tiongkok, kasus kriminalitas relatif sedikit—bila dibandingkan dengan rasio populasi—bukan berarti kasus kejadian kriminalitas jalanan tidak akan terjadi. Kasus-kasus pencurian barang-barang khususnya ketika berada di keramaian, tempat-tempat wisata, dan lokasi-lokasi yang kita tidak familiar, berpotensi untuk memiliki kasus kriminalitas yang kita dituntut untuk selalu waspada.
Namun dengan definisi bahwa banyak kasus kriminalitas yang sampai menimbulkan korban jiwa, perusakan harta benda secara banyak, syukurlah tidak pernah aku temui selama di Tiongkok. Bentuk-bentuk kriminalitas seperti geng motor, pencurian mobil, tawuran antarpelajar/warga, bisa dikatakan tidak ada, atau mungkin aku tidak pernah mendengarnya. Paling tidak selama aku lama tinggal di Kota Beijing dan Tianjin, tidak pernah menemukan aktivitas-aktivitas kriminalitas seperti itu. Bahkan ketika aku bepergian untuk wisata di kota-kota lainnya (jauh dari kota besar) di Tiongkok, kesan yang aku alami sendiri adalah rasa aman yang cukup membuat kita nyaman.
Sebagai contoh, ketika kita komutasi dengan menggunakan transportasi umum, banyak bentuk pengaplikasian untuk penjagaan keamanan di fasilitas-fasilitas umum. Hal yang paling penting adalah ketika kita menggunakan fasilitas kereta bawah tanah (MTR). Pertama-tama aku merasa hal ini sangatlah konyol dan menyulitkan para penumpang jasa MTR. Hal tersebut adalah perlunya setiap penumpang yang membawa tas bawaan untuk memindai (scan) X-ray sebelum memasuki peron kereta. Biasanya tingkat prosedur keamanan seperti ini hanya terjadi bila kita sedang berada di bandar udara atau sedang mengunjungi lokasi-lokasi penting lainnya. Bahkan di beberapa stasiun MTR, ketika calon penumpang membawa air putih mineral (botol maupun kemasan lainnya) juga harus diuji apakah “air putih” tersebut berbahaya atau tidak. Bentuk pengujiannya dengan kita diharuskan meminum seteguk atau dipindai dengan alat pindai khusus untuk benda-benda cair. Tentu saja pada awalnya tidak terbiasa melewati prosedur-prosedur yang cukup rumit itu. Namun, hal ini bisa sangat dirasakan manfaatnya guna mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan demi kenyamanan bersama.
Faktor Keempat adalah mengenai kondisi geografis Tiongkok. Kembali, aku tidak akan memaparkan data-data mengenai superiortias maupun keuntungan Tiongkok daratan dalam sudut pandang lokasi/geografis. Namun, yang aku ketahui adalah Tiongkok daratan memiliki kelebihan dengan memiliki wilayah yang bisa disebut sedikit dalam hal bencana alam. Kondisi iklim Tiongkok dengan cakupan wilayah yang sangat besar juga memiliki karakteristik beragam. Namun, hal yang paling menonjol bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga adalah minimnya jumlah gempa bumi, banjir bandang, angin topan, gunung meletus, hingga tsunami. Ini bisa dikatakan “keberkahan” atau “fortune” yang dimiliki oleh Tiongkok.
Kita semua pahami betapa kondisi iklim, lingkungan, dan yang terjadi secara alamiah memiliki dampak besar dari setiap aktivitas kehidupan kita. Bila dibandingkan dengan Jepang dan Taiwan, Tiongkok daratan bisa dibilang relatif memiliki jumlah kejadian gempa yang sedikit. Bila dibandingkan dengan Filipina, maka Tiongkok bisa dibilang juga memiliki sedikit kejadian angin topan; beberapa kejadian bencana alam angin topan terjadi di wilayah-wilayah tertentu di Selatan, tidak sampai di seluruh luasan teritori Tiongkok. Bila dibandingkan dengan Tanah Air, maka Tiongkok memiliki kelebihan dalam kondisi geologis yang tidak memiliki (perlu dicek kembali) gunung api aktif.
Terkait dengan hal ini, dari obrolan-obrolan singkat dengan orang Tiongkok lokal, pemilihan lokasi-lokasi yang menjadi lumbung-lumbung pertumbuhan ekonomi merupakan warisan dari peradaban mereka yang sudah eksis sejak ribuan tahun yang lalu. Sehingga dengan demikian, mereka tahu betul wilayah mana saja yang rawan akan bencana-bencana alam maka tidak akan diarahkan menjadi lokasi pertumbuhan atau pusat populasi. Hal ini terus diwariskan hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat awam, penentuan lokasi pekerjaan dan tinggal dalam kurun waktu yang cukup lama menjadi lebih kondusif.
Faktor Kelima masih berkaitan dengan kondisi geografis. Dengan besaran teritori Tiongkok yang sangat luas, hal ini memberikan banyak kondisi-kondisi positif terutama soal ketersediaan lapangan pekerjaan. Mungkin banyak dari kita yang mengeluhkan dengan banyaknya pekerja asing yang masuk ke Tanah Air, namun apakah kita pernah berpikir dan berusaha untuk menembus pasar tenaga kerja di negeri orang?
Di Tiongkok sendiri dengan luas wilayah yang fantastis memberikan peluang-peluang, pilihan-pilihan, dan kenyamanan. Ketika kita sudah dapat memahami pembagian kategori kota berdasarkan Tier, maka kita bisa mengetahui target lokasi yang ingin kita tuju dalam menekuni karir di Tiongkok. Di Tiongkok sendiri banyak kota-kota yang juga ongkos hidup nya tidak jauh berbeda dengan di Tanah Air maupun di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Ketika kita mengetahui bahwa ongkos hidup di kota dengan kategori Tier 1 cukup tinggi, maka kita tinggal menyesuaikan saja dengan memilih alternatif di kota-kota dengan kategori Tier 2 sampai 4. Walaupun memang kota-kota dengan kategori Tier 2 sampai 4 tidak memiliki tawaran gaji setinggi Tier 1, namun bisa dikatakan sepadan dengan ongkos hidup yang harus dikeluarkan.
Di Tiongkok sendiri kita masih banyak bisa mengakses tempat-tempat tinggal (sewa) dengan kondisi yang bisa dikatakan lebih dari layak. Dalam artian bila mungkin dibandingkan dengan negara-negara/kota-kota besar atau yang umumnya dikenal bagi para ekspatriat (pekerja asing), kota-kota Tier 1 Tiongkok masih dapat memberikan kenyamanan tempat tinggal. Ketika aku mengunjungi Tokyo (Jepang), hal yang bisa dikatakan kurang sepadan adalah mengenai ongkos hidup dan tempat tinggal. Ongkos hidup di Tokyo, misalnya, sangatlah tinggi. Hal ini akan sangat memengaruhi pola konsumsi dan ekspektasi mengenai manajemen pemasukan bulanan yang kita terima. Selain itu di Tokyo sendiri, kita akan mendapati tempat tinggal sewa dapat dikategorikan sangat mahal dan berukuran kecil. Hal ini aku rasa juga terjadi di kota-kota seperti New York, San Francisco, Hong Kong, London, dan kota-kota dengan kategori mewah lainnya. Sehingga dengan demikian, walaupun kita memiliki penghasilan rata-rata, di kota-kota semacam Beijing, Tianjin, Shanghai, dan Guangzhou, paling tidak kita masih dapat tinggal di tempat tinggal yang cukup layak (apartemen, ukuran sedang), mengeluarkan ongkos hidup yang cukup rasional, dan menyisihkan sebagian dari sisa penghasilan untuk tabungan atau keperluan-keperluan lainnya.
Faktor Keenam adalah mengenai kepraktisan dan kecanggihan teknologi penunjang kehidupan sehari-hari. Tiongkok merupakan negara dengan jumlah populasi yang fantastis. Walaupun tidak memiliki perbedaan jauh dalam segi populasi dengan India, aku rasa India masih belum se-praktis Tiongkok—karena aku sempat mengunjungi New Delhi beberapa tahun yang lalu. Hal yang bisa diasumsikan terhadap kepraktisan dan kecanggihan teknologi penunjang kehidupan sehari-hari di Tiongok adalah merupakan representasi dari Internet of Things yang sesungguhnya. Sebagai gambaran, penetrasi pengguna internet di Tiongkok saat ini berkisar lebih dari 600 juta pengguna. Hal ini berarti merupakan pembukaan peluang bagi para pengembang (yang berhubungan dengan internet) untuk berkarya guna meraup kesempatan akan besarnya pengguna internet di Tiongkok.
Kondisi yang bisa digambarkan adalah bahwa Tiongkok memiliki versi mereka sendiri untuk hal-hal yang berhubungan dengan internet. Mereka memiliki Google versi mereka sendiri—Baidu, Sogou; mereka memiliki Youtube versi sendiri—Youku, iQiyi dll; mereka memiliki domain-domain email sendiri, mereka memiliki Whatsapp versi sendiri—Wechat; mereka memiliki twitter versi sendiri—Weibo; dan sebagainya yang terlampau banyak untuk disebutkan. Tidak hanya dalam hal peranti lunak atau aplikasi-aplikasi, puluhan bahkan ratusan vendor telepon genggam pintar dan berbagai macam peralatan elektronik lain mereka miliki. Banyak juga vendor-vendor peralatan elektronik yang sudah memproduksi berbagai macam barang-barang yang kesemuanya bisa terintegrasi oleh internet dan telepon genggam pintar kita. Barang-barang seperti kulkas, TV, drone, lampu, robot pembersih lantai, pembersih udara dalam ruangan, dan lain-lain—yang kesemua itu memiliki embel-embel kata ‘pintar’.
Aplikasi Wechat di Tiongkok benar-benar merupakan aplikasi yang serba guna. Hampir semua kebutuhan transaksi eletkronik dapat digunakan dengan aplikasi tersebut. Misalkan saja untuk membeli tiket kereta dan pesawat; melakukan pembayaran di supermarket atau toko-toko ritel lain; melakukan pembayaran untuk kebutuhan rumah seperti listrik, air, gas; melakukan pembayaran ketika mengisi BBM; membayar taksi; membeli makanan dengan layanan pesan-antar; melakukan transaksi transfer dana; dan tentu saja dapat digunakan untuk memberikan angpao setiap Hari Raya Imlek tiba. Kemudahan-kemudahan yang ada tersebut senantiasa dipicu dan dipacu oleh kebutuhan masyarakat Tiongkok dalam hal kemudahan bertransaksi elektronik. Dengan begitu aku pribadi dapat mengatakan bahwa masyarakat Tiongkok sudah menerapkan IoT secara baik (untuk kemudahan keseharian) dan sudah mengaplikasikan konsep dari cashless society secara paripurna.
Namun, fitur-fitur tersebut hanya dapat digunakan di Tiongkok (termasuk Hong Kong dan Taiwan). Untuk para pengguna yang mengunduh aplikasi Wechat dari luar Tiongkok hanya akan mendapati fungsi standar aplikasi Wechat yaitu untuk mengirim pesan.
Hal ini menjadikan setiap orang yang memiliki keahlian di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berlomba-lomba untuk mewujudkan karya-karya mereka. Selain memang peran pemerintah Tiongkok yang juga penting dengan tidak membuka secara leluasa jaringan internet keluar-masuk. Dengan misalnya tidak dapat diaksesnya produk-produk semacam Facebook, Google, Youtube, Twitter, dan sebagainya sangat memberikan andil bagi para pengembang lokal untuk berpikir dan berkarya secara nyata.
Sehingga, ketika siapapun di Tiongkok menyadari bahwa kepraktisan itu sangatlah menunjang kehidupan sehari-hari, bisa dikatakan kita akan sangat bersyukur dengan kemajuan teknologi yang mereka telah capai guna menunjang kehidupan sehari-hari. Hal ini juga sangat berkaitan erat dengan ketika kita sedang dalam kondisi menekuni karir atau studi dalam waktu yang cukup lama di Tiongkok. Dengan tidak perlu pergi ke banyak lokasi/vendor, kita bisa dengan mudah melakukan transaksi-transaksi dengan hanya perlu terhubung internet dan telepon genggam—dan tentu saja uang.
#nfglobalhub
#nurulfikri
#studyabroad
#studytochina
#learnmandarin
#chineselanguage
#thinkglobal
#improveskill
#dayatawarkompetensi
#workinchina
#expatindonesia
#pengalamankerjaluarnegeri
#workabroad
#wholenewlevelchallenge