Banyak cara yang digunakan baik oleh orang lokal maupun orang asing untuk mendapatkan pekerjaan di Tiongkok. Dengan kondisi penggunaan internet untuk hampir semua lini aktivitas keseharian, mencari lowongan pekerjaan juga sudah sangat praktis. Umumnya kita perlu untuk menunggu eksibisi-eksibisi yang kita harus pergi ke suatu tempat. Sesaknya penggunaan internet untuk keperluan sehari-hari memungkinkan para pengguna internet di Tiongkok untuk memiliki banyak alternatif untuk penyedia layanan, khususnya situs-situs pencarian pekerjaan.
Aku tidak tahu persis total berapa banyak situs yang bisa diakses melalui internet untuk soal pencarian pekerjaan, namun metode yang mereka gunakan adalah sama. Pada awalnya para pencari kerja perlu untuk mendaftar ke salah satu atau lebih situs yang disukai, pendaftaran tentunya menggunakan alamat e-mail atau nomor telepon kita sendiri. Setelah pendaftaran (di website, online), ada form yang harus dilengkapi mulai dari biodata, pengalaman pekerjaan, latar belakang pendidikan, kemampuan pribadi, dan lain-lain. Setelah mengisi semua isian yang diperlukan, maka para pencari kerja tinggal menunggu panggilan maupun konfirmasi untuk proses wawancara dari perusahaan yang tertarik atau menerima kiriman CV kita. Proses ini kadang membuat kita kurang sabar, namun dengan banyaknya situs pencarian kerja yang tersedia, maka kita bisa mengakses beberapa situs dan melakukan semua proses dari awal. Dengan banyaknya situs yang kita akses dan daftar, maka peluang untuk mendapatkan panggilan wawancara juga akan lebih besar.
Untuk orang asing yang sedang mencari pekerjaan, memang masih bisa dibilang sulit untuk mencari pekerjaan dengan hampir semua situs menggunakan Bahasa Mandarin. Hanya ada beberapa (sangat sedikit) yang menawarkan laman situs yang menggunakan Bahasa Inggris. Itu pun ketika kita ditelepon untuk konfirmasi wawancara, mereka masih akan menggunakan Bahasa Mandarin untuk berkomunikasi. Jadi intinya masih di penguasaan Bahasa Mandarin.
Ketika kita sedang dalam proses menunggu ada baiknya kita juga “menjemput bola” dan pro-aktif. Dengan juga mencari informasi dari sumber-sumber lain seperti teman-teman kampus, dosen, bahkan sampai kepada pihak KBRI bisa kita lakukan. Selain juga kita bisa menggunakan waktu menunggu panggilan wawancara untuk melatih kemampuan Bahasa Mandarin.
Ketika kita mendapatkan undangan untuk wawancara pekerjaan, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia maupun di negara-negara lain. Adapun hal yang penting untuk diketahui selain penguasaan Bahasa Mandarin adalah kita harus siap dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan oleh pihak perusahaan. Ketika mengadakan proses rekrutmen, hal yang paling penting yang ingin diketahui oleh perusahaan adalah segala hal mengenai seseorang. Secara budaya, masyarakat Tiongkok tidak bisa menebak-nebak atau ‘nanti saja diberitahu’ atau ‘hanya persoalan sepele, tidak usah diucapkan’ dan lain-lain.
Hal-hal yang akan ditanyakan sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan poin-poin yang harus kita isi di isian ketika kita melamar pekerjaan via laman web. Adapun poin-poin yang dirasa tidak umum adalah mengenai usia, golongan darah, status kewarganegaraan (militer, politisi, sipil, dll), nominal gaji (per bulan) di pekerjaan sebelumnya, agama/kepercayaan, sampai pada status apakah sudah berkeluarga atau belum. Bahkan ketika pewawancara sedang berhadapan dengan pelamar pekerjaan yang berjenis kelamin wanita, maka biasanya pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan adalah seputar perencanaan pernihakan kedepan (untuk yang belum menikah), kehamilan (kalau sedang hamil atau baru menikah), kondisi anak (apakah mengharuskan individu tersebut untuk meluangkan waktu yang banyak untuk anak), kondisi orang tua di rumah (orang tua yang sudah memasuki lansia juga menjadi pertimbangan soal alokasi waktu selain urusan pekerjaan), dan hal-hal lain yang bisa dikatakan agak sensitif. Aku pribadi ketika pertama kali melewati proses wawancara ini juga agak terheran-heran dan kaget sekali, namun pada akhirnya tahu kalau mereka memang biasa seperti itu. Bahkan beberapa rekan kerja magang dari negara-negara Eropa yang pernah aku kenal juga sangat terheran-heran karena banyak hal-hal yang ditanyakan juga merupakan privasi; privasi merupakan hal yang sangat dijunjung oleh budaya Barat.
Ketika kita sedang dalam sesi wawancara, jangan terlihat gugup, sikap yang rileks dan tenang sangatlah diperlukan. Hal ini sangat penting mengingat beberapa hal yaitu; Pertama, pewawancara memiliki agenda padat untuk meladeni sekian banyak pelamar pekerjaan yang akan diwawancara dalam satu hari, sehingga ketika kita terlihat gugup maka sang pewawancara juga akan merasa gugup. Kedua, seperti wawancara-wawancara pekerjaan lain, ketika kita merasa gugup, maka kita tidak akan menjadi diri kita sendiri. Hal ini sangat tidak baik mengingat ada poin-poin yang mungkin sudah kita persiapkan, namun rasa gugup akan membuat kita lupa soal poin-poin yang justru penting untuk kita sampaikan. Tidak mengapa bila kita menyediakan semacam ‘contekan’ untuk mempermudah kita mengingat poin-poin penting tersebut. Ketiga, ketika diwawancara, kita tidak dimintakan banyak dokumen seperti sertifikat kelulusan, piagam penghargaan, akte kelahiran, dll. Hal-hal yang kita tuliskan di CV harus bisa kita jelaskan secara lisan ketika kita sedang diwawancara. Kalau kita memiliki rasa gugup dan tidak tenang, maka hal-hal yang kita jelaskan mengenai misalnya kuliah yang pernah ditempuh, kondisi pekerjaan sebelumnya, dll akan terdengar dibuat-buat. Keempat, banyaknya pelamar pekerjaan dan beragamnya karakter manusia menjadikan pewawancara/perusahaan harus ekstra hati-hati dengan orang-orang yang berusaha tidak jujur dalam merepresentasikan diri mereka. Hal-hal mengenai sertifikasi, piagam kelulusan, sampai pada kontak referensi pun bisa dimanipulasi. Oleh karena itu, ketika kita gugup, seakan-akan menunjukkan ada hal-hal yang sedang kita sembunyikan. Maka dengan begitu sikap rileks dan tenang sangat diperlukan sehingga pewawancara tidak salah mengerti terhadap gerak-gerik selama wawancara berlangsung. Kalaupun kita merasa gugup, lebih baik diucapkan ke pewawancara bahwasanya kita merasa gugup atau baru pertama kali menempuh proses wawancara, dan sebagainya.
Soal penguasaan Bahasa Mandarin memang penting, namun ini bisa menjadi relatif ketika kita memiliki kualifikasi tertentu dimana perusahaan sedang benar-benar membutuhkan kemampuan maupun latar belakang yang kita miliki. Ketika kita kurang bisa berkomunikasi dalam Bahasa Mandarin, maka hal ini bisa “dibayar” dengan misalnya kemahiran utama kita, koneksi yang kita miliki, maupun karakter individu yang unik. Maka dengan begitu sangat menjadi penting untuk menyampaikan hal-hal utama yang bisa menjadi daya tawar pribadi ketika mengikuti proses wawancara pekerjaan.
#nfglobalhub
#nurulfikri
#studyabroad
#studytochina
#learnmandarin
#chineselanguage
#thinkglobal
#improveskill
#dayatawarkompetensi
#workinchina
#expatindonesia
#pengalamankerjaluarnegeri
#workabroad
#wholenewlevelchallenge