Berbicara mengenai lingkungan kampus maupun institusi pendidikan lainnya, hal yang dapat aku sampaikan adalah masyarakat Tiongkok sangatlah kompetitif dan tidak main-main mengenai pendidikan. Ketika berada di lingkungan kampus dan memiliki rekan orang Tiongkok, maka kita bisa mengetahui bahwa kompetisi itu nyata.
Mungkin kalau di Tanah Air kita sering mengolok-olok teman-teman satu kampus atau sekolah yang kutu buku, kuper (kurang pergaulan), dan “kupu-kupu” alias kuliah-pulang kuliah-pulang. Namun ketiga sebutan itulah yang sesungguhnya rata terjadi di Tiongkok dan mungkin juga merupakan salah satu kunci kesuksesan mereka dalam konteks pendidikan. Kenyataan bahwa orang-orang dengan status murid atau mahasiswa merupakan bentuk ideal dari apa yang memang seharusnya terjadi: fokus belajar.
Sedari usia memasuki sekolah dasar, pembebanan tugas-tugas dan tanggung jawab yang berkenaan dengan sekolah maupun belajar sangatlah banyak. Metode pembelajaran juga hampir sama dengan yang terjadi di Tanah Air. Ada guru, murid, dan kegiatan belajar-mengajar, waktu belajar yang panjang, Pekerjaan Rumah yang menumpuk, juga ujian-ujian akhir yang cukup membuat para siswa/i menerima tekanan yang berat. Bahkan di beberapa kasus misalnya, para siswa yang akan menempuh Ujian Nasional (disebut Gao-Kao) mereka mempersiapkan diri sampai-sampai perlu diberikan suntikan cairan infus di sekolah maupun di tempat-tempat kursus dimana mereka mempersiapkan materi-materi yang akan diujikan.
Sedikit membahas mengenai budaya pendidikan di Tiongkok, hampir bisa dipastikan kalau metode yang digunakan terpaut kepada komunikasi satu arah. Jarang sekali bila kita berinteraksi di ruang-ruang kelas mendapati para murid/mahasiswa yang bersikap kritis terhadap apa yang disampaikan oleh dosen/juru ajar di kelas. Sehingga bisa didapati pula bahwa ketika kegiatan belajar-mengajar sedang berlangsung, tidak terlalu banyak diskusi yang dilakukan. Diskusi-diskusi yang kita rasa perlu untuk dilakukan berasama degan dosen atau instruktur kelas dapat dilakukan setelah sesi perkuliahan selesai.
Di Tiongkok hampir semua kampus memiliki sarana dan prasarana yang bisa dikatakan komplit untuk ukuran mahasiswa. Di dalam kampus bisa didapati asrama-asrama yang disediakan dan disubsidi oleh kampus untuk para mahasiswa/i. Biasanya satu kamar di asrama dapat menampung 6-8 orang sekaligus. Selain asrama, tentu saja sarana-sarana seperti lapangan olah raga, kantin, perpustakaan, klinik, dan lain-lain tersedia dan dapat digunakan oleh siapapun. Bahkan di beberapa kampus besar mereka memiliki gedung bioskop atau aula pementasan mereka sendiri. Di Beijing pun hampir semua kampus memiliki kantin halal di dalam kampus. Kesemua ini serta-merta disediakan guna memberikan kemudahan dan keamanan bagi setiap individu yang terkait dengan sekolah/kampus/universitas.
Bukanlah hal yang mengherankan ketika melihat ruang-ruang kelas di kampus-kampus tetap terbuka hingga larut malam dan pada akhir pekan. Para mahasiswa/i yang memiliki beban tugas pembelajaran yang sangat menumpuk memiliki rutinitas belajar mandiri di waktu-waktu akhir pekan. Akhir pekan merupakan waktu yang cocok untuk mereka belajar atau melihat ulang materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini dikarenakan selain kamar asrama yang tidak kondusif untuk belajar (karena banyaknya teman sekamar) atau karena akses internet gratis biasanya dapat ditemukan di ruang-ruang kelas.
Kesadaran akan belajar mandiri sangatlah kuat di setiap diri para peserta didik di Tiongkok. Tempat-tempat seperti perpustakaan, kafe-kafe di sekitar kampus, ketika musim ujian tiba maka akan penuh sesak dengan mereka yang haus akan prestasi dan ingin menjadi yang terbaik di bidang masing-masing.
#nfglobalhub
#nurulfikri
#studyabroad
#studytochina
#learnmandarin
#chineselanguage
#thinkglobal
#improveskill
#dayatawarkompetensi
#traveltochina
#wisatakecina
#tiongkokcinasamasaja
#amazingchina
#explorechina
#wisatayangbeda
#halaltripcina
#seeingisbelieveing