Berikut merupakan tulisan lawas ku tahun 2014 yang lalu.
Selamat membaca.
Membicarakan permasalahan yang terjadi pada pelarangan-pelarangan berpuasa secara represif di Xinjiang memang tidak pernah ada habisnya, tahun ini bukan kali pertama, tetapi sudah berlangsung cukup lama. Hal ini disebabkan oleh beragam alasan yang dicari-cari oleh pemerintah setempat maupun Pusat (Beijing) untuk melarang warganya berpuasa. Seperti yang ditulis di detik.com Rabu 2 Juli 2014, salah satu alasannya adalah agar kesehatan karyawan pemerintah (PNS) setempat tidak terganggu kinerjanya. Tak ayal, berpuasa di Tiongkok lama waktu berpuasa adalah sekitar 17 jam, merupakan waktu yang cukup lama untuk menahan lapar dan dahaga.
Santernya berita dari tahun ke tahun mengenai larangan berpuasa yang diterapkan oleh pemerintah lokal provinsi Xinjiang, Tiongkok, menggelitik saya untuk memberikan perspektif lain soal apa yang secara aktual terjadi dan hubungannya dengan aktivitas saya selama berada di Tiongkok.
Saya merupakan mahasiswa S2 jurusan Bisnis Internasional di University of International Business and Economics, Beijing, Tiongkok. Saat ini saya sudah melewati tahun pertama perkuliahan, yang berarti masih ada efektif 1 tahun lagi masa tempuh studi S2 saya. Saya sebenarnya sudah menempuh perkuliahan di Tiongkok sejak tahun 2011, dimana 2 tahun pertama saya menempuh studi yang setara Diploma 2 untuk program Bahasa Mandarin di Universitas Peking, Beijing. Alhamdulillah seluruh biaya dan tanggungan akomodasi tinggal selama saya menjalani perkuliahan tercakup dalam beasiswa yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok (China Scholarship Council). Banyak kisah yang saya alami selama menjalani perkuliahan dan kehidupan di Tiongkok, terutama kisah kehidupan sebagai muslim ketika bulan Ramadhan tiba.
Magang di perusahaan setempat
Sekilas tentang lokasi tempat saya melakukan magang sekarang, perusahaan ini bernama PT Tianjin Hoidi Offshore Engineering yang berlokasi di Tianjin. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang tidak terlalu besar namun spesifik memproduksi produk yang berkaitan dengan jackup pertambangan minyak lepas pantai. Sudah satu bulan saya menjalani magang di perusahaan ini, yang artinya masih ada sekitar 27 hari lagi sebelum saya selesai program magang saya. Tianjin merupakan kota yang tidak terlalu jauh dari Beijing, bahkan dengan kereta cepat ‘Gaotie’ nya Tiongkok, waktu tempuh dari Beijing ke Tianjin hanya setengah jam, dan Beijing menunju Distrik Tanggu tempat lokasi saya magang yang berjarak sekitar 200 kilometer bisa ditempuh dalam tempo 60 menit.
Dalam kesempatan magang di perusahan ini, saya dipercaya untuk membantu bagian Asisten Bisnis yang satu ruangan terdiri dari satu orang manager, dan satu orang staf. Selama magang di perusahaan ini, banyak pengalaman-pengalaman yang belum pernah saya alami langsung. Terutama masalah yang terkait dengan saya berada di tengah-tengah para karyawan dan staf yang tidak ada staf asing selain saya, dan tidak ada staf yang beragama Islam selain saya.
Hal menarik yang saya temui adalah, semenjak manager saya mengetahui bahwa saya adalah seorang muslim, justru beliau yang “berlarian” menanyakan ini-itu seputar makan, tempat shalat, dan bahkan kebutuhan-kebutuhan khusus yang mungkin saya butuhkan soal ritual keislaman saya. Jujur kala itu saya sangat terenyuh. Saya pikir mereka merupakan orang-orang yang kaku dan tidak terlalu menerima Agama luar berada di tengah-tengah mereka. Hal ini saya rasakan juga karena di Tiongkok, penganut agama pada umumnya tidak diperkenankan untuk melakukan penyebaran hal-hal yang berhubungan dengan agama secara bebas.
Saya bisa memahami bahwa manager saya merasa peduli, karena ia berinteraksi dengan banyak orang asing ketika di bangku kuliah dulu, tingkat pendidikan beliau yang sudah menempuh doktor, dan beliau mengakui bahwa beliau beragama Buddha, jadi lebih berpikiran terbuka. Untuk rekan kerja saya, dia tidak memiliki preferensi apapun soal agama, dan tidak merasa terusik soal keberadaan saya. Aktivitas perkantoran dijalani dengan biasa, dengan campuran penggunaan Bahasa Mandarin dan Bahasa Inggris saya mencoba untuk maksimal dalam bekerja.
Sebelum Ramadhan tiba, kami biasa bersantap siang di kantin yang tersedia di perusahaan. Hal yang membuat saya cukup terenyuh adalah, penjaga kantin sudah diberikan instruksi sebelumnya bahwa makanan/lauk yang diberikan untuk saya harap dipisahkan. Hal ini lantas membuat saya kaget dan saya mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada manager saya itu. Kebanyakan menu yang disediakan khusus untuk saya adalah menu sayur-mayur, telur, dan ikan, tentu saja tanpa memasukkan minyak (maaf) babi ke dalam masakan tersebut aku manager saya.
Terkait dengan shalat, saya lantas bilang ke manager saya bahwa saya butuh shalat setiap jeda makan siang untuk Zuhur dan jeda sore untuk Ashar. Sejurus manager saya menyanggupi permintaan saya dan mencarikan ruangan kosong untuk saya shalat. Sikap penghargaan dari warga lokal Tiongkok di lingkungan mengenai perbedaan kepercayaan dan ritual merupakan pengalaman pertama saya. Singkat kata, saya cukup terharu mengenai pengertian yang diberikan di lingkungan tempat saya magang dan tidak terlalu mencampuri urusan kepercayaan pribadi saya.
Hal ini berlanjut ketika masuk waktu berpuasa, bahkan sebelum berpuasa manager saya dan rekan kerja saya sempat khawatir bagaimana kalau nanti tiba-tiba saya pingsan, dehidrasi, mengantuk berat, tidak fokus bekerja dan sebagainya. Bahkan manager saya sempat menawarkan untuk datang ke kantor agak telat dan pulang kantor lebih awal. Namun, saya menjelaskan ke mereka bahwa tidak apa-apa karena saya sudah terbiasa berpuasa sedari kecil.
Ketika berpuasa, saya melewati buka puasa hari pertama Ramadhan tahun ini dengan memasak bersama di kontrakan saya dengan menu antara lain gulai ayam dan cumi goreng bumbu kunyit yang semua bumbu instan tersebut saya bawa dari Indonesia. Buka puasa bersama pun berlangsung renyah, obrolan-obrolan mengalir, sambil saya selipkan beberapa hal mengenai berpuasa dan apa saja yang biasa dilakukan oleh muslim ketika Ramadhan. Namun, untuk masalah kejelasan informasi yang terkait dengan Ramadhan, muslim, dan yang terkait, saya biasa menggunakan media sosial Wechat untuk mencari penjelasan yang cukup memuaskan dalam versi Bahasa Mandarin.
Rasa simpati mereka terhadap saya yang sedang melaksanakan aktivitas keagamaan berlanjut pada ide bahwa manager dan rekan kerja saya untuk menemani saya berpuasa. Tentu saja mereka tidak melihat berpuasa sebagai suatu aktivitas relijius yang signifikan, namun cukup menggoda dalam artian cara untuk melangsingkan badan, yang mereka sebagai wanita cukup tertarik untuk melakukannya. Saya pun menimpali lontaran ide-ide untuk menemani saya berpuasa dengan mengatakan bahwa secara ilmu pengetahuan, berpuasa selain bisa melangsingkan tubuh, juga sebagai cara untuk membersihkan organ-organ metabolisme tubuh kita. Saya juga menjelaskan, memang ada aspek-aspek lain terkait dengan berpuasa.
Xinjiang
Terkait dengan kondisi yang selalu terjadi di Xinjiang ketika momen Ramadhan memang sangat miris. Jangankan hal tersebut, jumlah populasi muslim Tiongkok rasanya tidak ada yang pasti, ada yang berpendapat hanya sekitar 20 juta, 50 juta, bahkan 1%-2% dari total populasi. Artinya, berita-berita yang terkait dengan isu agama dan pelaksanaan aktivitas keagamaan tidak ada sumber yang bisa dikatakan valid. Tidak pernah rasanya ada Tim Gabungan Pencari Fakta mengenai kerusuhan-kerusuhan atau gejolak yang kerap kali terkait dengan Xinjiang. Bahkan Asosiasi Muslim Tiongkok/China Islamic Association (CIA) terkesan tidak memiliki daya upaya terhadap hal-hal seperti ini.
Namun, dengan ketidakjelasan yang terjadi terkait dengan verifikasi dan pemberitaan-pemmberitaan seputar Xinjiang, hal utama yang harus didahulukan adalah menanggapi dengan kepala dingin. Pemerintah pusat Partai Komunis Tiongkok tidak serta-merta memberangus semua penganut muslim maupun penganut agama lain. Bahkan, ada banyak sekali masjid-masjid yang berusia ratusan tahun, dilestarikan dan dijaga sebagai warisan budaya lokal. Salah satu masjid tersebut adalah masjid Niujie di Kota Beijing yang telah banyak sekali diberitakan tentang keberadaannya. Upaya-upaya akulturasi dan asimilasi antara etnis Han dengan etnis-etnis lain juga merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah Tiongkok.
Bayangkan, bagi kepala negara Republik Indonesia betapa kompleksnya untuk mengurus populasi sekitar 250 juta, apalagi populasi 1,3 miliar lebih. Butuh pemakluman dan proses dalam hal waktu untuk mengatasi dan menekan gejolak-gejolak yang kompleksitasnya sangat tinggi. Ini semua saya pribadi rasakan dan jadikan sebagai pengaya khazanah pengalaman selama mengenyam pendidikan dan beraktivitas di Tiongkok.
Banyak pengalaman lain yang saya temukan selama di Tiongkok, antara lain saya pernah diminta teman dari Australia non-muslim untuk mengajak dia ke masjid dan melaksanakan shalat Jumat dan banyak pengalaman seru lainnya. Pengalaman selama magang di perusahaan lokal Tiongkok ini menambah daftar pengalaman menarik saya selama di Tiongkok terkait dengan beragama dan melaksanakan agama. Alhamdulillah.