Mengenal Islam di Tiongkok

[Seri konten lawas migrasi dari blog silat-tiongkok.tumblr.com]

“Carilah Ilmu Sampai Ke Negeri China”. Hadits yang tidak hanya terkenal dikalangan santri di pesantren tapi saat ini sudah menjadi istilah umum dikalangan khalayak ramai yang menggambarkan bagaimana kita harus belajar bahkan sampai ke negeri Tiongkok.

Ya, Tiongkok, siapa yang tidak tahu negeri yang saat ini menjadi magnet kemajuan dalam segala hal ini. Negeri yang berlandaskan sistem komunis ini mungkin banyak yang tidak tahu kalau di balik sistem politik dan ekonominya yang sosialis ternyata memendam sejarah panjang masuknya Islam di kawasan Asia.

Lalu siapa sebenarnya yang menyebarkan Islam di Tiongkok? Dari berbagai literatur dan penuturan beberapa tokoh muslim Tiongkok yang pernah penulis temui, yang paling masyhur adalah Sahabat sekaligus salah satu paman Rasul yaitu Saad bin Abi Waqqash yang makamnya terletak di kota Guangzhou propinsi Guangdong.

Ajaran Islam pertama kali tiba di Tiongkok ketika Sa’ad Abi Waqqas dan tiga sahabatnya berlayar ke Tiongkok dari Ethopia pada tahun 616 M. Setelah sampai di Tiongkok, Sa’ad kembali ke Arab dan 21 tahun kemudian kembali lagi ke Guangzhou membawa kitab suci Alquran.

Ada pula yang menyebutkan, ajaran Islam pertama kali tiba di Tiongkok pada 615 M kurang lebih 20 tahun setelah Rasulullah SAW tutup usia. Adalah Khalifah Utsman bin Affan yang menugaskan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk membawa ajaran suci Islam ke daratan Tiongkok. Konon, Sa’ad meninggal dunia di Tiongkok pada tahun 635 M dan kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars.

Utusan khalifah Utsman bin Affan pada waktu itu diterima secara terbuka oleh Kaisar Yung Wei dari Dinasti Tang. Kaisar pun lalu memerintahkan pembangunan Masjid Huaisheng atau masjid Memorial di Guangzhou – masjid pertama yang berdiri di daratan Tiongkok yang didirikan tahun 627 masehi. Ketika Dinasti Tang berkuasa, Tiongkok tengah mencapai masa keemasan dan menjadi kosmopolitan budaya. Sehingga, dengan mudah ajaran Islam tersebar dan dikenal masyarakat Tiongkok.

Etnis Muslim China

Mungkin selama ini kita jarang yang tahu bahwa negeri yang berpopulasi sekitar 1.3 milyar ini ternyata sebagian kecil warganya ada yang menganut Islam, diantara sebegitu besarnya penduduk Tiongkok ada sekitar 20 juta penduduknya yang menganut Islam. Mayoritas muslim di Tiongkok menganut Sunni dengan madzab Hanafi dengan induk organisasi China Islamic Association atau Zhongguo Yisilan Jiao Xie Hui.

Ada sepuluh etnis muslim Tiongkok yakni Suku Hui sekitar 9.8 juta orang (sensus 2000) atau 48% dari keseluruhan muslim di Tiongkok yang banyak tinggal di propinsi Qinghai, Gansu dan Wilayah Otonomi khusus Suku Hui Ningxia, Uyghur (8.4 Juta, 41%) tinggal di Wilayah Otonomi Khusus Xinjiang, Kazakh (1.25 Juta, 6.1%), Dongxiang (514,000, 2.5%), Kyrgyz (161,000), Salar (105,000), Tajik (41,000), Uzbeks, Bonan (17,000), dan Tatar (5,000). Selain itu ada juga yang berjumlah kecil seperti suku Tibet di Tibet dan Mongolia yang tinggal di Propinsi Mongolia Dalam.

Bahkan di Tiongkok ada daerah khusus otonomi muslim setingkat propinsi yaitu wilayah otonomi khusus Xinjiang dan wilayah Otonomi khusus suku Hui Ningxia. Selain itu terdapat pula propinsi yang mayoritas muslim yakni propinsi Gansu dan Qinghai yang didiami oleh suku muslim Hui, semua propinsi tersebut terletak di sisi Barat laut Tiongkok, adalagi di daerah selatan yakni propinsi Yunnan juga terdapat banyak muslim berada.

Yang paling populer adalah suku Hui karena suku ini terkenal dengan budaya merantaunya yang tersebar di kota-kota Tiongkok dengan membuka restoran-restoran kecil muslim khas yakni mie tarik atau yang disebut Mie Lamian atau Lanzhou Lamian. Mereka secara fisik tidak ada bedanya dengan suku mayoritas Han yang membedakan biasanya muslim Hui memakai kopyah kecil bulat putih. Salah satu tokoh terkenal dari suku ini sampai sekarang adalah Laksmana Cheng Ho atau Zheng He.

Sementara muslim Uyghur paling mudah dikenali dengan wajah atau fisik seperti kebanyakan orang Asia Tengah yang berkulit sedikit gelap dan mirip dengan orang arab dan biasanya memakai kopyah berbentuk empat sudut berwarna gelap bermotif bunga. Menariknya, mereka di daerah asalnya Xinjiang bahasa utamanya sehari-hari berbahasa lokal Uygur dan karakter tulisannya sama dengan arab tetapi cara bacanya bukan arab, ini juga bisa ditemukan dalam setiap lembaran mata uang Renminbi atau Yuan.

Istilah-istilah Islam dalam Bahasa Mandarin

Jangan membayangkan jika Anda ketika di Tiongkok mencari jejak islam dengan istilah bahasa arab akan mudah seperti Masjid, Muslim dan lain sebagainya. Istilah-istilah tersebut sudah dirubah sedemikian rupa ke bahasa mandarin, tidak seperti di Indonesia yang istilah-istilah Arab khususnya yang berbau islam banyak diserap dan tidak banyak berubah.

Sedikit penulis akan mengenalkan istilah-istilah yang populer, Agama Islam yakni Yisilan Jiao (baca: isilan ciao), Muslim Musilin, Masjid Qingzhensi (baca: Tsingchense), Halal Qingzhencai (baca: Tsingchencai), Ramadhan Zhaiyue, Al Qur’an Gulanjing (baca: Kulancing), Imam atau Ulama Ahong, Sholat Libai atau Daogao (baca: Lipai, Taokao) dan masih banyak lagi yang tentunya semuanya ditulis dengan karakter huruf mandarin yang terkenal susah.

Karena istilah-istilah yang banyak berubah berimbas pula ketika mereka belajar baca Al Qur’an, mereka belajar dengan cara tulisan Al Qur’an dan dibawahnya ditulis pelafalan dengan tulisan karakter bahasa mandarin yang bunyinya dicari mirip dengan tulisan arabnya.

Karena bahasa mandarin tidak mengenal alfabet sehingga mayoritas orang Tiongkok tidak terbiasa dengan huruf tersebut, ini menyebabkan banyak sekali perbedaan cara baca dengan huruf arab aslinya apalagi banyak sekali pelafalan yang tidak ditemukan dalam bahasa mandarin seperti huruf Ra, Dal, Ba, Jim, Kha dan sebagainya.

Walaupun begitu, satu sisi ini bisa dikatakan memprihatinkan tetapi disisi lain ghirah atau semangat mereka dalam belajar akan islam patut kita apresiasi ditengah negeri yang mayoritas tidak beragama. Ini bisa dilihat dengan cukup ramainya masjid ketika ramadhan tiba dan juga keberadaan sekitar 40.000 masjid yang tersebar di seantero Tiongkok menurut Asosiasi Islam Tiongkok tahun 2011 yang sebagian besar dibangun dari swadaya muslim setempat dan juga sebagian mendapat subsidi pemerintah.

Ahmad Syaifuddin Zuhri, Alumnus Pesantren Matholiul Anwar, Lamongan, Jawa Timur, Mahasiswa S2 Jurusan Hubungan Internasional Nanchang University, kota Nanchang, Provinsi Jiangxi, China, Dewan Pembina Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Tiongkok 2014-2015.

10/8/14

Leave a comment