Muslimah itu Bernama Xiao Wang

[Seri konten lawas migrasi dari blog silat-tiongkok.tumblr.com]

Namanya Xiao Wang, seorang mahasiswi pascasarjana Nanchang University jurusan Teaching Chinese for Foreign Language. Gadis cantik suku Hui Tiongkok ini begitu ramah dan bersahabat ketika berkenalan dengan penulis dalam perjalanan mendaki puncak gunung Meiling di Nanchang Provinsi Jiangxi, salah satu bukit dengan panorama indah di Kota Nanchang.

Saya begitu terkejut ternyata gadis cantik ini adalah seorang muslimah ketika ia begitu bersemangat mengucapkan salam Assalamualaikum dengan ucapan yang kurang sempurna. Dalam perjalanan menuju puncak Meiling, Dia bercerita banyak hal tentang kehidupannya sebagai seorang gadis minoritas muslim di negeri komunis ini.

“Apa sering melaksanakan sholat 5 waktu” tanyaku dalam bahasa campuran Inggris-Mandarin, maklum waktu itu baru dua minggu saya baru menginjakkan kaki di negeri  Tiongkok ini. Dengan tersipu malu dia menjawab dalam bahasa Mandarin “jarang, hampir tidak pernah”. Kulanjutkan pertanyaanku “apa sering ke Masjid ?” dengan jawaban yang sama ia jawab “tidak pernah”. Kuteruskan lagi pertanyaanku walaupun ada sedikit perasaan tak nyaman karena menyangkut urusan pribadi, “lalu, apa yang kamu ketahui tentang Islam ?” lalu ia jawab “percaya An La dan Mu Han Mo De  (Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah dalam ucapan bahasa Mandarin), serta tidak makan babi (bu chi zhu rou).

Jawaban Xiao Wang sontak membuat saya tercengang dan sedikit prihatin betapa masih minimnya pendidikan agama Islam bagi mereka, muslim minoritas di negeri komunis ini. Ia sempat menambahkan bahwa pendidikan agama Islam ia hanya dapati dari didikan keluarga. Ditambah lagi dikampung halamannya kaum wanita hanya melaksanakan ibadah di rumah masing-masing.

Sehingga pengetahuan tentang Islam begitu minim ia dapati dari luar selain keluarga. Berbeda dengan kami di Indonesia ketika menempuh studi dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi begitu kenyang dengan pendidikan Agama walau hasilnya ada yang “rajin sholat dan ada yang tidak”.

Bagaimana dengan saudara muslim kita yang ada di Negeri Tiongkok ini? dimana sejak awal sekolah mereka ditanami pendidikan yang ideloginya menganggap agama adalah “candu”. Saya yakin diluar sana masih banyak Xiao Wang-Xiao Wang yang menganggap Islam adalah cukup ketika tidak mencicipi daging babi. Rasa miris sekaligus prihatin menghinggapiku.

Berbeda dengan Xiao Wang. Namanya Mali, Ia akrab disapa,,  salah satu kawan muslim saya  mahasiswa S1 Nanchang University asal kota Kunming Provinsi Yunnan, ia selalu bersemangat dan selalu tepat waktu menghadiri tiap sholat jum’at di Masjid Besar Nanchang.

Perjalanan dari Kampus saya ke Masjid memakan waktu 30 menit dengan menaiki bus kota, sesekali ia mengendarai sepeda menuju masjid dengan datang lebih awal. Ini  ia lakukan karena hanya di Masjid dia bisa memperoleh pendidikan dan pengetahuan tentang agama Islam. kadang ia juga mengajak teman kuliahnya yang nonmuslim untuk datang ke Masjid bersama untuk sekedar mendengar ceramah dan melihat bagaimana muslim hidup dan berdoa.

Dari sinilah Mali memiliki pengetahuan dan pendidikan tentang Islam. Terkadang saya terlibat dialog dengan Mali ketika dalam perjalanan pulang kembali ke kampus. Ia kerap menanyakan bagaimana kehidupan muslim di Indonesia, bagaimana pergaulan muda-mudi di Indonesia. Bagi dia, walaupun Indonesia bukan negara islam tetapi muslim Indonesia sangat beruntung dengan menjadi mayoritas dan sejak kecil dari lingkungannya sudah diajarkan pelajaran agama begitu kuat.

Pengalaman saya bersama Mali dan Xiao Wang merupakan salah satu potret kehidupan pemuda-pemudi muslim Tiongkok. Dimana pendidikan Agama menjadi hal yang tak mudah di dapati diluar bangku sekolah apalagi di sekolah. Dimana lingkungan hidup mereka menjadi tantangan sulit untuk mengekspesikan kegiatan peribadatan seperti sholat lima waktu tiap harinya. Dimana pergaulan menjadi tantangan tersendiri bagi mereka untuk menunjukkan identitas keislamannya.

Oleh karena itu, menjadi tantangan tersendiri bagi kami mahasiswa Indonesia yang muslim untuk saling mengingatkan, mengajar, nasehat-menasehati dalam kebaikan sehingga momentum ramadhan ini menjadi penyebar kebaikan dan dakwah bagi sesama.

Penulis: M. Nur Ckhalik Djirimu, Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional, Nanchang University, Nanchang, Provinsi Jiangxi, Tiongkok.

10/8/14

Leave a comment