Ramadan di Tiongkok, Tantangan Pertama Kali merasakan Puasa di Luar Negeri

[Seri konten lawas migrasi dari blog silat-tiongkok.tumblr.com]

Puasa ramadhan adalah puasa yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan oleh seluruh umat muslim yang telah dewasa, berakal sehat, serta mampu secara jasmani dan rohaninya. Seperti telah dijelaskan bahwa wajibnya Puasa Ramadhan dalam Firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”(al-Baqarah: 183).

Puasa Ramadhan pula dapat dilaksanakan diseluruh penjuru dunia, tidak ada batasan ruang dan waktu untuk melaksanakan ibadah puasa ramadhan kepada Allah SWT tersebut. Seperti saya saat ini yang sedang melaksanakan ibadah puasa ramadhan yang tidak seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tatkala melaksanakan ibadah puasa ramadhan tidak berada dilingkungan keluarga namun berada dilingkungan penduduk Tiongkok. Saya saat ini sedang belajar di Huaqiao University, kota Xiamen, provinsi Fujian.

Tantangan berpuasa di lingkungan penduduk nonmuslim menjadikan ibadah puasa ramadhan tahun ini merupakan puasa yang sangat-sangat nikmat dan berkesan yang sangat luarbiasa bagi saya, hal itu karena selain puasa dalam waktu yang lebih panjang dari biasanya menunaikan puasa ramadhan yaitu sekitar 11 jam dan keadaan cuaca yang lebih panas.

Pengaruh lingkungan yang nonmuslim inilah yang bagi saya memiliki pengaruh yang besar, karena jika saat keluar kamar asrama sekolah banyak teman-teman mahasiswa dan penduduk setempat yang makan dan minum disembarang tempat serta tempat-tempat makan yang menjajakan makanan seperti di trotoar pejalan kaki, sehingga sangat menguji iman bagi saya dalam melaksanakan ibadah puasa ini.

Inilah yang memaksakan saya untuk senantiasa didalam kamar melakukan aktivitas-aktivitas sehari-hari, kecuali saya harus keluar dalam waktu-waktu belajar dikelas.

Menunaikan ibadah puasa ramadhan bersama teman-teman muslim Indonesia. Melaksanakan puasa ditengah-tengah teman muslim Indonesia adalah sedikit obat bagi saya untuk meredakan kesedihan tatkala ditahun ini tidak bisa melaksanakan ibadah puasa ramadhan ditengah-tengah lingkungan keluarga.

Sangat terasa membahagiakan jika telah tiba waktunya maghrib datang, kita bersama-sama makan dan saling melempar canda tawa sebagai penambah bumbu kebahagiaan melaksanakan ibadah puasa. Tidak kalah menariknya pula pada saat waktu sahur tiba, saya biasanya jika berada di Indonesia ketika bangun tidur sudah tertata makanan diatas meja untuk disantap sahur namun jika sekarang saya berserta teman-teman setiap bangun tidur selain melawan hawa malas untuk bangun dari ranjang yang sangat kuat kami pun harus juga memasak masakan untuk disantap sahur. Sungguh perjuangan yang sangat luarbiasa dan berkesan dalam bulan ramadhan kali ini.

Perbedaan nuansa berbuka puasa. Jika di Indonesia lebih khususnya dikampung halaman saya di kota kecil Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah setiap sore menjelang waktu berbuka puasa banyak sekali dipinggiran jalan yang menjajakan jajanan berbuka puasa seperti kolak pisang, es campur, dawet, cadil, kolang kaling dan lainnya. Sehingga saya pun terkadang merasa bingung untuk membelinya karena banyaknya pilihan, namun jika saat ini tinggal di Xiamen. Saya pun masih merasa bingung jika waktu menjelang sore kebingungan saya bukannya banyak pilihan makanan untuk dibeli dan disantap pas berbuka puasa akan tetapi karena tidak ada pedagang yang menjajakan makanan seperti di Indonesia. Saya pun selalu berpikir hidup di Indonesia  khususnya dikampung halaman saya adalah pilihan yang lebih menyenangkan.

Ketika menunaikan ibadah shalat sunnah tarawih kami pun hanya bisa melaksanakan di dalam asrama sekolah karena letak masjid yang terlalu jauh dari lokasi sekolah, kurang lebih satu jam perjalanan normal menggunakan bus angkutan umum menyebrang pulau terlebih dahulu dan akan merasa kesulitan pada waktu pulangnya karena pembatasan jam angkutan bus malam yang hanya sampai jam 21.10 waktu Xiamen.

Sehingga tidak memungkinkan untuk senantiasa menuju masjid menunaikan ibadah shalat. Saya pun terkadang bersama teman-teman menunaikan ibadah shalat wajib ataupun sunnah didalam kamar asrama, dengan ukuran yang tak terlalu lebar kami senantiasa berusaha melaksanakannya secara berjamaah. Kebersamaan seperti ini pulalah yang akan senantiasa terkenang dalam benak kami sebagai pertemanan dan persaudaraan muslim Indonesia.

Suatu hari saya bersama teman-teman muslim Indonesia pernah berkunjung ke masjid yang berada tengah Kota Xiamen. Tujuan kami adalah ingin merasakan berbuka puasa di dalam masjid karena tradisi muslim Tiongkok adalah selalu berbuka puasa bersama didalam masjid dan menunaikan ibadah shalat di masjid. Disaat waktu buka puasa tiba saya bersama teman-teman pun diajak untuk berbuka puasa bersama, saya pun sangat merasakan indahnya kebersamaan yang diajarkan oleh Agama Allah ini.

Kita sesama muslim, entah itu dari suku, ras, dan adat istiadat apa kita adalah sama dimata Allah SWT sebagai hambanya. Dalam suasana kebersamaan itulah saya sangat merasakan betapa bersyukurnya saya berada dijalan Allah, sehingga bisa dipertemukan dengan sesama muslim lainnya sehingga bisa menambah persaudaraan dan teman-teman baru tentunya. Sungguh luar biasa ajaran Islam yang menganjurkan kaum muslim untuk saling berbaur dan bersatu menjadi kaum-kaum yang menjunjung tinggi kebersamaan.

Ketika kami mendengar kabar terbaru yang diberitakan di media-media Indonesia  tentang adanya pelarangan menjalankan puasa di Xinjiang, kabar berita itu mungkin benar adanya, karena pemerintah Tiongkok terutama terkait kebijakannya di wilayah otonomi khusus Xinjang membatasi perkembangan agama Islam.

Pembatasan-pembatasan ini pula yang menyebabkan salah satu munculnya gerakan yang ingin memisahkan diri dari pemerintah pusat.

Banyak cara yang telah dilakukan sejak dari dulu oleh pemerintah Tiongkok untuk menekan perkembangan Islam di wilayah tersebut, seperti contoh pelarangan penggunaan nama yang berbau islami misal seperti nama, Abdullah, Muhammad, Amrullah, dan sebagainya, jika ada penduduk dalam negeri yang menggunakan nama islami tidak akan diperbolehkan merasakan fasilitas-fasilitas umum seperti mendapat rekening bank serta pelayanan-pelayanan umum lainnya dan diwajibkan bagi penduduk Xinjiang mengikuti program makanan gratis pada hari senin padahal program tersebut adalah bertujuan agar penduduk muslim untuk tidak berpuasa. Setidaknya kabar itu yang kami tahu dari informasi muslim etnis Uighur di Xinjiang.

Terlepas dari itu mungkin Tiongkok bisa mencontoh Indonesia dalam menangani nilai keanekaragaman, dengan cara itulah keutuhan wilayah, kedamaian, ketentraman, dan persatuan akan senantiasa terjaga. Pemberian kebebasan untuk memeluk agama, kepercayaan, serta aliran yang diyakini adalah keputusan terbaik yang seharusnya pemerintah Tiongkok lakukan. Memang kebebasan tersebut untuk memeluk kepercayaan masing-masing harus tetap diawasi agar senantiasa selaras dengan kepentingan pemerintahan.

Shobirin, Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Budaya Mandarin, Huaqiao University, Kota Xiamen, Provinsi Fujian, China

10/8/14

Leave a comment