Apa Penting Lanjut Kuliah S2? Apa Harus Lanjut ke Luar Negeri?

Jawabannya iya dan engga juga.

Melanjutkan kuliah ke tingkat pascasarjana S2 sebegitu pentingnya mengingat:

  1. Tingkat pengangguran terbuka untuk lulusan S1 di Indonesia sudah sedemikian banyaknya.
  2. Banyak permasalahan yang berkenaan dengan dunia akademis maupun non-akademis tidak dapat diselesaikan dengan kapasitas pendidikan S1.
  3. Permintaan untuk pegawai dengan kapasitas S2 sudah semakin banyak
  4. Untuk level managerial, lulusan S2 lebih diminati untuk mengisi pos-pos manajemen yang lebih tinggi
  5. Banyak peluang dan kesempatan yang akan datang ketika kita memiliki latar belakang S2.

Lagipula, S2 bukanlah S3. Jenjang Doktoral memang bukanlah jenjang yang ‘fit for everyone’, dan jenjang Doktoral pada umumnya ditujukan bagi sesiapa yang ingin berkecimpung secara langsung di bidang akademis. Namun, untuk jenjang S2, setelah kita lulus akan ada 2 cabang jalan, yaitu praktisi atau akademisi.

Melanjutkan jenjang pendidikan ke S2, juga tidak semuanya melulu harus ke luar negeri. Karena faktor pekerjaan, keluarga, dan sebagainya, melanjutkan S2 di dalam negeri bukanlah hal yang buruk. Malah dengan begitu kita bisa terus bekerja sembari kembali menjadi mahasiswa/mahasiswi.

Namun, dengan semua yang ditawarkan oleh negara-negara destinasi studi, siapa sih yang tidak berminat?

Hanya saja, bottom line nya adalah, melanjutkan studi S2 itu bisa menjadi ajang untuk memberikan diri kita sendiri waktu untuk berpikir jelas. Berpikir bahwa apa yang ingin dilakukan kedepannya. Dengan segala keriuhan dan kerumitan yang terjadi pada jenjang S1, mungkin sebagian besar dari masyarakat Indonesia merasa “trauma” dengan melanjutkan studi ke jenjang berikutnya. Hal tersebut juga mungkin diakibatkan oleh karena seremoni wisuda yang terlalu di-glorifikasi, terlalu dipandang sebagai sesuatu yang wah, sebagai sesuatu yang paripurna, padahal, mungkin kalau kita tanya kepada rekan-rekan yang akan mengikuti prosesi wisuda, berapa sih dari mereka yang sudah diterima kerja setelah lulus? Berapa dari mereka yang sudah memiliki rencana-rencana paska-kampus yang baik? Jarang sekali.

Oleh karena itu, ketika kita mengambil studi lanjutan S2 tanpa kerja full-time, kita bisa memiliki waktu yang lebih banyak di sela-sela perkuliahan, bolak-balik perpustakaan, berkonsultasi dengan dosen pembimbing, kita bisa menggunakan waktu untuk berpikir. Mungkin kalau untuk rekan-rekan yang tengah atau telah melanjutkan studi nya di dalam negeri, memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan perusahaan, lembaga, atau instansi terkait untuk arah paska-lulus S2. Namun, untuk rekan-rekan yang mengambil studi S2 di luar negeri, akan menemukan banyak kebimbangan, apalagi kalau tempo studi yang ditempuh tidak dalam ikatan kedinasan.

Seperti pertanyaan-pertanyaan terkait kegunaan ilmu yang sedang ditimba atau kondisi dalam negeri yang dirasa kurang kompetitif terhadap negeri tempat tinggal. Kegalauan itu merupakan hal yang lumrah. Justru dengan mengalokasikan waktu tertentu untuk diri sendiri, kita bisa menjadikannya lebih jelas arah diri kedepan. Apalagi bagi rekan-rekan yang telah berkeluarga ketika menjalani pendidikan S2, mungkin akan mengalami episode-episode buncah pemikiran yang tidak mudah untuk dilalui.

Tapi, karena kekisruhan yang tercipta karena tradisi dan sistematika pendidikan S1, banyak yang terjadi adalah ketidakmampuan untuk mengidentifikasi talenta dan kompetensi sehingga bisa match dengan dunia profesional. Belum lagi ketika bekerja, kebanyakan pegawai-pegawai baru yang notabenenya adalah lulusan S1, memiliki “beban” yang tidak seharusnya. Secara tiba-tiba kekisruhan itu kembali menghampiri pribadi yang belum siap dengan dunia nyata. Pada akhirnya kinerja karir tidak menjadi maksimal dan merasakan kebimbangan dalam pekerjaan yang sedang dijalani.

Waktu luang terkadang juga merupakan sebuah kemewahan tatkala kita lebih sering dipusingkan dengan aktivitas yang terlihat sibuk, tapi memiliki nilai produktivitas yang rendah. Hal ini bisa diakomodir dengan melanjutkan studi S2 tadi. Perbedaan pendekatan pendidikan di Indonesia dengan di negara-negara maju lain menciptakan lingkaran-lingkaran yang tidak perlu. Ditambah untuk jurusan-jurusan non-vokasi mungkin merasa bahwa keilmuan yang dimiliki terlalu general sehingga sulit untuk diaplikasikan pada dunia pekerjaan. Dan pada akhirnya yang terjadi adalah mengikuti management trainee yang sedianya seakan-akan mengulang pendidikan dari nol.

Sisi positif dari menempuh pendidikan S2 lainnya adalah relasi yang lebih banyak. Dengan relasi ini lah pemikiran dan ide-ide kita bisa teruji. Apakah itu hal yang berkaitan dengan karir atau mendirikan usaha sendiri. Untuk rekan-rekan yang di luar negeri, tentu memiliki segudang potensi dengan relasi yang nantinya bisa dibawa sampai di Indonesia. Dengan adanya kumpulan relasi itu, niscaya banyak hal yang bisa dikembangkan sesampainya di dalam negeri.

Belum lagi soal kemampuan berbahasa asing selain Bahasa Inggris. Dengan modal relasi yang ditambah dengan penguasaan bahasa ke 3 atau ke 4, niscaya hal ini akan membantu lebih baik untuk merumuskan apa yang dapat sebaiknya kita lakukan.

Pelanjutan paska-kampus S2 tidak jauh beda dengan ketika S1 dulu. Sektor-sektor publik, private, dan ketiga, masih akan sama seperti itu. Harapannya dengan talenta dan kompetensi yang telah terkumpul, serta pemikiran yang jernih akan apa yang kita lakukan kedepannya, maka kualitas pengaplikasian di dunia nyata akan semakin bermanfaat.

Good luck!

Leave a comment