Saya alhamdulillah menikah di usia 30 tahun, Bulan November tahun 2019 lalu. Tentu banyak perubahan yang terjadi ketika sebelum dan sesudah menikah. Terutama tentang bagaimana kita menghadapi hidup ini. Banyak hal-hal yang dipaksa untuk terakselerasi seperti rasa tanggung jawab, sikap bekerja keras, sampai hal-hal yang berkenaan dengan aspek-aspek ruhiyah tentunya. Namun, ada satu hal yang siapapun tidak dapat “mengantisipasi” nya, ya, pandemi.
Simpati saya untuk semua keluarga, semua suami, semua istri, semua anak, semua handai taulan yang telah ditinggalkan oleh kerabat, rekan kerja, rekan nongkrong, rekan sejawat, dll yang kembali ke haribaan-Nya dikarenakan Covid-19 maupun komorbid lain yang diakibatkan. Walaupun menurut informasi di web CNA News, total penyitas (yang selamat) dari Covid-19 di seluruh dunia ada 58,5 juta orang, namun jumlah korban jiwa sudah menembus angka 1,93 juta jiwa. Sangat memilukan.
Pada awal terjadinya pandemi Covid-19 ini saya pribadi yang juga alumnus Cina, tidak berpikir bahwa skala pandemi akan sedahsyat seperti yang kita alami sampai dengan hari ini, sampai dengan tulisan ini dibuat. Namun, anggapan saya itu juga salah dengan kenyataan bahwa Covid-19 di Indonesia “hadir” pada sekitar awal Maret tahun 2020. Kenapa saya awalnya bisa berpikir demikian? Karena memang banyak hal yang kami sebagai alumni Cina melihat kenyataan bermasyarakat di sana menjadi tidak asing kalau sebuah penyakit akan muncul. Memang, tidak semua begitu. Tapi dari populasi 1,4 milyar manusia, siapa yang bisa mengatur tingkah-polah orang sebanyak itu? Superman?
Namun sebelum membahas balik 2020, di bulan Januari tahun 2021 ini juga sudah memiliki banyak kejutan-kejutan, bukan?
Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun. Turut berduka cita atas tragedi Sriwijaya Air rute Jakarta – Pontianak yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 9 Januari 2021. Padahal saya siang hari nya jam 12 juga baru tiba dari Pontianak, dengan menggunakan pesawat Garuda. Agak terenyuh juga melihat beberapa postingan terkait dengan alm. Capt Afwan yang beredar di media sosial. Namun, seperti itulah misteri ilahi. Banyak hal yang kita pikir kita tahu, tapi sebetulnya kita tidak tahu banyak.
Di saat yang bersamaan juga terjadi bencana longsor di Sumedang yang sampai mengakibatkan korban jiwa sekitar 11 orang. Sampai detik ini pencarian dan evakuasi korban tentu masih berlanjut.
Ditarik ke tanggal 6 Januari 2021, para pendukung taklid Donald Trump merangsek ke The Capitol, alias komplek DPR-MPR nya Amerika Serikat di Washington DC. Hal ini tentu adalah kejutan, kenapa? Bukan hanya Amerika Serikat adalah “biangnya” demokrasi—katanya; tetapi juga hal yang berkenaan dengan kekalahan-kekalahan Pemilu AS biasanya tidak sampai memiliki eskalasi yang sampai melakukan penyerbuan ke The Capitol. Bahkan dari banyak yang beredar, kostum-kostum yang digunakan seperti orang sedang cosplay PUBG atau The Battlefield atau Call of Duty, gila memang.
Dan yang lebih menariknya, banyak platform media sosial yang notabenenya berasal dari AS juga memblokir Donald Trump. Seperti Twitter, Google, Facebook, Reddit, Instagram, dan masih banyak lagi. Ini merupakan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, orang megaloman seperti Trump yang jahil atas komentar-komentarnya di media sosial juga tidak boleh dibiarkan. Perselisihan horizontal di negara manapun, di belahan bumi manapun pastilah sesuatu yang sulit untuk diatasi. Bahkan mantan presiden George W Bush yang tempo waktu lalu menyerang Iraq dan juga membantai banyak warga sipil juga geleng-geleng kepala terhadap tingkah polah Donald Trump. Padahal dia dan Tony Blair lah dalang dari semua kehancuran bumi Timur Tengah sejak era Perang Teluk I (Bapaknya, George H W Bush) dan Perang Teluk II (George W Bush).
Selain itu pandemi ini belum berakhir dan tidak akan menunjukkan tanda-tanda selesainya di awal tahun 2021 ini. Hilih, ga perlu dibahas lah ya. Udah setahun.
Entah apa kejutan-kejutan lain yang nanti akan “dikeluarkan” oleh awal tahun ini. Bulan Februari nanti ada Imlek, sekitar bulan April nanti sudah bertemu dengan bulan Ramadhan lagi. Dan masih banyak lagi hari-hari penting lainnya yang mungkin kita masih harus menjalani nya dengan pembatasan-pembatasan yang ada.
Kalau saya sendiri, merasakan dampak pandemi ini khususnya ketika pada bulan April 2020 lalu, yaitu kami harus terpaksa menutup kafe yang dijalankan sejak pertengahan tahun 2019 lalu. Dikarenakan sekolah tutup, dan sekolah tersebut terletak persis di samping kafe, sehingga kalau sekolah itu tidak buka, maka ya konsumen utama kami tidak ada. Duh, ancur. Dengan gaji pegawai, kebutuhan bahan-bahan kafe, biaya maintenance dan lain sebagainya, tentu tidak bisa mengharapkan konsumen sekunder, harus konsumen utama.
Lalu, saya dan istri memutuskan untuk memindahkan gerobak roti bakar ke lokasi rumah istri di Klapanunggal, Cileungsi. Hanya bertahan dari bulan Oktober – pertengahan Desember 2020, lalu tutup. Amsyong sekali. Padahal lokasi rumah istri ada di pinggir jalan yang cukup ramai kalau orang berlalu-lalang. Namun, kembali lagi ke pandemi, di mana kondisi ekonomi pada umumnya menurun, banyak potongan gaji, tidak ada bonus di pekerjaan, dan lain sebagainya, membuat daya beli masyarakat pada umumnya anjlok. Memang benar himbauan yang mengatakan bahwa orang-orang kaya seharusnya lebih konsumtif di masa pandemi ini. Karena sedikit banyak dengan adanya konsumsi dari orang-orang yang lebih mapan, dapat menstimulus peredaran uang di masyarakat akar rumput. Sehingga dengan demikian trickle-down effect dan peningkatan daya beli bisa lebih terdongkrak.
Tentu setelah kafe yang sempat kami jalani tidak berapa lama itu juga tutup, dilema ketidakpastian pekerjaan tentu saya pribadi rasakan. Awalnya saya juga kurang tertarik membuat kafe, dan di blog ini pun juga saya sudah sempat menuliskan soal ‘Jangan Bisnis Kafe’. Namun, karena diminta oleh Bapak sendiri, ya apa boleh buat. Bisnis kafe bukanlah bisnis yang bisa menjadi patokan ekonomi, bisnis kafe hanyalah fitur, selipan, cuma ngotorin gigi, ibarat kita sedang nyemil snack.
Tentu banyak hal yang saya lakukan walaupun dengan masih banyak pembatasan-pembatasan. Pekerjaan yang ada pun juga tidak memungkinkan kita untuk bisa bekerja dengan biasanya, bukan? Banyak WFH dan hal-hal yang berkaitan dengan pertemuan fisik dilakukan via Zoom, Webex, dll. Apa kabar Skype ya? Padahal dulu Skype cukup moncer lho, banyak fiturnya!
Tapi, sebetulnya sebelum kafe itu tutup, tentu sudah ada banyak pekerjaan lain yang saya sedang lakukan. Salah satunya merintis Gentala Institute dengan beberapa rekan senior alumni Cina. Pada waktu awal pandemii kami berhasil untuk membantu donasi sejumlah 18.000 APD dan alkes lainnya yang kami juga salurkan via Baznas Pusat untuk didistribusikan ke 4 provinsi di Kalimantan dan Sumatera. Para donatur merupakan grup perusahaan yang berasal dari Cina dan AS. Alhamdulillah kegiatan berlangsung dengan lancar.
Kenapa saya menggambarkan beberapa hal ini? Karena ya memang banyak urusan yang tadinya sudah kita set dari jauh-jauh hari, dari sebelum tahun 2020, terpaksa banyak yang tertunda karena pandemi ini. Paling tidak masih ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, terutama untuk mereka yang bergerak di bidang ekonomi kreatif, perhotelan, jasa pariwisata, merupakan orang-orang yang paling terpuruk karena pembatasan pergerakan manusia yang diterapkan oleh banyak pemerintah daerah. Tapi bagaimanapun juga, kita harus bisa tetap berdiri di atas kaki sendiri. Bagaimanapun bagi pembaca yang menyimak tulisan ini, artinya kita belum mati. Dan ketika kita belum mati, niscaya jutaan solusi bisa kita pikirkan dan laksanakan tanpa berpaku tangan. Itulah karunia yang dimiliki oleh manusia.
Allah sudah memberikan banyak kepada kita. Tinggal bagaimana kita move on dengan situasi yang ada, dan berharap semua ini akan berlalu.
Sebetulnya banyak positifnya dari pandemi ini. Well, kita ga pernah membayangkan untuk mencuci tangan berkali-kali dalam 1 hari, bukan? Biasanya ketika kita makan, minum, beraktivitas, kita cuek terhadap kebersihan diri sendiri. Kalau tidak karena mandi rutin, mungkin ya kita akan abai saja dengan tangan yang kotor, badan yang bau, dan lain sebagainya. Namun, jangankan mandi rutin, sehabis kita kembali dari luar rumah saja sudah harus mandi, bukan?
Begitu pula dengan kebiasaan menggunakan masker. Menggunakan masker khususnya di jalan raya adalah sesuatu yang harus dilanjutkan kedepannya, ada atau tidak ada pandemi. Dengan begitu paru-paru kita akan lebih sehat, bukan? Banyaknya radikal bebas, polusi, dan lain sebagainya. Apalagi untuk rekan-rekan perokok yang entah sudah seperti apa kondisi paru-parunya ditambah angka polusi sehari-hari. Dengan memakai masker, paling tidak polusi yang kita biasanya banyak hirup, menjadi lebih terminimalisir. Ini baik, bukan?
Produktivitas kita sebagai angkatan kerja, sebagai pengusaha kecil-kecilan, tentu akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkenaan dengan kesehatan. Bilamana badan sehat, tentu produktivitas kita akan lebih terjamin. Oleh karena itu, menggunakan masker, mencuci tangan, dsb itu baik untuk dilanjutkan kembali pasca-pandemi nanti.
Salah satu hal yang tentu sangat menggembirakan dan membuat kami semua sangat bersyukur adalah terkait kelahiran putri pertama kami pada bulan September 2020 lalu. Alhamdulillah, saat melahirkan tidak ada kendala yang seperti apa, walaupun masih dalam suasana pandemi. Walaupun istri saya melahirkan secara C-section, namun saat ini dia tidak mengalami keluhan paska-melahirkan yang kabarnya cukup rumit ya dibandingkan kalau proses melahirkan nya biasa.
Saya hampir menamai putri kami dengan kata-kata yang mengandung ‘covid, corona, hand sanitizer, masker, 3M’ dan lain sebagainya. Namun, istri menolak keras. Yasudah, kita namakan dia Sakura. Asal jangan nanti kedepannya ketemu dengan Naruto dan Sasuke, nanti mereka berebut untuk mengambil hati Sakura, anakku.
Tentu segala macam hal yang terjadi di tahun 2020 banyak sekali kemalangan-kemalangan yang terjadi. Seperti di awal tahun 2020 ada banjir besar di Jakarta, kebakaran hutan di Australia yang memilukan, kebakaran hutan di AS (akhir tahun 2020), dan banyak hal lagi yang kalau kita Googling saja sudah bisa menunjukkan banyak fakta yang terjadi di luar pandemi di dunia ini. Hal ini tentu merubah perspektif sekaligus juga menambah kuat keyakinan soal: betapa manusia itu makhluk yang lemah.
Kesombongan-kesombongan yang dimiliki oleh Donald Trump dan orang-orang yang berperangai sepertinya adalah contoh sempurna dari ironi yang Tuhan sedang tunjukkan ke kita semua. Di saat tahun 2020 memiliki banyak cobaan dan tantangan untuk ummat manusia, di sisi lain banyak tokoh-tokoh elit yang seakan-akan hidupnya tidak terpengaruh terhadap berbagai bencana, berbagai musibah yang terjadi. Penyajian ironi ini tentu adalah jalan langitan yang menunjukkan bahwa jangan lah kita menjadi seperti itu.
Tentu sudah tidak perlu dibahas betapa pongah dan angkuhnya banyak pejabat Indonesia yang meremehkan Covid-19 ketika belum masuk ke Tanah Air. Receh sekali. Seharusnya tidak perlu para pejabat publik itu mengeluarkan statement-statement yang konyol seperti itu, bukan? Belum lagi 2 kasus korupsi besar terjadi (ketahuan) di akhir tahun 2020, Menteri KKP dan Menteri Sosial. Hancur. Bagaimana negeri ini akan selamat dari musibah? Lha wong pejabat publiknya saja mengkorupsi dana bansos, itupun yang ketahuan. Kalau yang ga ketahuan? Amsyong!
Belum lagi soal banyak pemberitaan terkait dengan normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel. Ini merupakan sesuatu yang tentu para ahli bisa menjelaskan lebih detil. Kami pun di Podcast Ruang Ide baru saja membahas soal normalisasi hubungan ini dan pengaruhnya terhadap Indonesia. See? Tahun 2020 merupakan tahun Jumanji! Orang-orang banyak tidak menduga banyak hal datang bertubi-tubi dalam tempo yang berdekatan. Lantas, pertanyaannya apa yang sudah kita lakukan?
Apakah kita sudah lancar belajar bahasa Inggris, Mandarin, bahkan saat ini kita perlu mempelajari bahasa Ibrani, bahasanya orang Yahudi. Normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel tentu akan membuat lansekap geopolitik kedepannya semakin menarik. Lantas, apakah kita sudah mempelajari tools yang bisa kita gunakan untuk mengantisipasi perubahan ini? Belum selesai PR untuk belajar Bahasa Mandarin, ini lagi sudah di-ojok-ojok untuk belajar Bahasa Ibrani. Amsyong dah!
Tentu tulisan ini cukup fitur dan sekelebat lewat saja. Namun, pesan yang ingin ditonjolkan adalah, jangan lupa belajar dan mengaplikasikan apa yang kita pahami. Banyak lho orang yang masih berada pada comfort zone nya. Padahal pandemi ini sebetulnya menjadi pembuka mata, bukan?
Yah, sudahlah, apapun itu kedepannya, jangan lupa 3M, 5M kalau perlu. Kita baru sadar bahwa nikmat sehat itu mahal sekali harganya. Tapi masih banyak orang yang juga tidak peduli soal ini. Mau kek mana lagi, laek?