Sambil menyeruput segelas picollo sore hari di sebuah kafe tepi Danau Toba, di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba, Sumatera Utara, merupakan sebuah vibe yang kita sama-sama inginkan untuk kembali hadir ke dalam perekonomian lokal di seluruh Indonesia paska-Covid-19. Riuh rendah suara musik mengiringi obrolan-obrolan ringan antarsahabat yang bila diamati masih banyak merupakan para pemuda-pemudi setempat. Walaupun umumnya Danau Toba diselimuti kabut tipis di pagi dan sore hari, tapi tidak berarti ketiadaan sunset menjadikan pesona Danau Toba menjadi berkurang, terutama di sore hari seperti ini.
Paling tidak ada puluhan bahkan seratusan danau di seluruh Indonesia yang bisa diangkat menjadi ikon-ikon pariwisata. Tentu tidak banyak yang seperti Danau Toba dengan luasannya yang lebih dari 1.130km persegi dan mencakup 7 Kabupaten.
Balige merupakan sebuah Kecamatan yang ada di Kabupaten Toba, memiliki keuntungan tersendiri karena berada di jalur lintas Trans Sumatera Utara dan juga hanya sekitar 30 menit dari Bandara Internasional Silangit. Saya sendiri sering bepergian ke Medan, karena memang masih ada famili di Kabupaten Karo, tapi baru sekali ini memang turun dari Bandara Internasional Silangit dan mengunjungi Balige.
Tulisan ini tidak akan membahas mengenai keseluruhan sektor pariwisata Provinsi Sumatera Utara, karena akan menjadi sebuah ulasan yang terlalu panjang.
Sebagai pengamat di bidang pariwisata, walaupun tidak memiliki latar pendidikan pariwisata, saya melihat Balige memiliki potensi yang sangat besar bila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di sekitaran Danau Toba. Selain 2 keuntungan dari sisi lokasi di atas, Balige tidak hanya bisa menawarkan suasana tepi danau, yang juga bisa diolah menjadi lokasi perhelatan olah raga air, tour de Balige, dan lain sebagainya. Balige juga menyuguhkan topografi wilayah perbukitan yang sangat apik untuk dikemas, apalagi dibandingkan dengan tipikal wilayah-wilayah dengan topografi serupa di Jawa ataupun Bali.
Berbicara Bali, suasana yang bisa ditemukan yang sama seperti di Balige ini bisa dibandingkan dengan Kecamatan Kintamani. Balige dan Kintamani merupakan sesama daerah tingkat Kecamatan, namun dari sisi keramaian dan ikonik nya tentu masih perlu dikembangkan dengan lebih inovatif dan akseleratif.
Selain tepian danau dan cuacanya yang sangat sejuk, Balige memiliki kekhasan penganan yang sama-sama bisa dirasakan saat kita berkunjung ke tempat ini. Tentu food bloggers profesional memiliki koten yang lebih kaya dari saya yang hanya berkunjung seadanya tanpa memiliki niat mengupas secara audiovisual mengenai Balige. Tapi misalnya pada Bulan Maret tahun 2019 lalu Presiden Jokowi beserta rombongan juga sempat mengunjungi kedai kopi Partungkoan yang terletak di pinggir jalan pajak (pasar) Balige.
Di simpang pasar Balige tersebut juga bisa terlihat berbagai macam penganan seperti gorengan dan bandrek yang dijajakan. Tadinya saya pikir, bandrek merupakan minuman asal daerah Jawa Barat, namun ternyata istilah tersebut juga dipakai di sini. Mungkin supaya lebih mudah dipahami oleh para wisdom (wisatawan domestik) ketika berkunjung ke Balige. Selain itu buah durian juga bisa kita temui ketika malam hari sebagai penganan pamungkas untuk dinikmati pada malam hari.
Sebagai alumnus China, saya juga berkesempatan berkunjung ke salah satu danau ikonik yang ada di sana, yaitu Danau Erhai yang terletek di Kota Dali, Provinsi Yunnan. China terkenal dengan pengelolaan pariwisata nya yang apik. Walaupun Danau Toba memiliki 96 kali lipat (Wikipedia) lebih banyak volume air dibandingkan Danau Erhai, tetapi ketika kita berkunjung ke Kota Dali, semua paket wisata yang bisa dibayangkan untuk pengelolaan destinasi danau sudah dapat ditemukan di sana.
Dalam suasana pandemi seperti ini, pemulihan ekonomi daerah tentu akan sangat berjalan terseok, namun bukan berarti merupakan sesuatu yang mustahil. Menyadur dari detikcom, sampai hari ini pemerintah telah melaksanakan program vaksinasi sebanyak 5,4 juta dosis. Yang artinya sentimen vaksinasi ini merupakan upaya yang sangat baik dalam rangka meningkatkan kepercayaan diri dimulai dari wisatawan domestik untuk berwisata secara paling tidak lebih leluasa.
Saya pribadi sangat mengapresiasi Mas Menteri Sandiaga Uno untuk langsung turun ke lapangan mengunjungi berbagai lokasi wisata yang ada di Indonesia, tidak hanya Bali, termasuk juga Danau Toba dengan beberapa waktu lalu Mas Menteri Parekraf ini juga meluncurkan Beli Kreatif Danau Toba Fair 2021. Dengan segala resiko yang mengintai akan terpapar virus Covid-19, upaya-upaya seperti ini perlu terus dilakukan tidak hanya bagi Menparekraf tetapi juga pejabat-pejabat tinggi lain. Karena sesungguhnya pengeluaran pemerintah ketika berkunjung ke daerah merupakan sesuatu yang signifikan bagi penerimaan ekonomi setempat.
Selain insentif yang berasal dari belanja pemerintah, para pemangku kepentingan setempat harus lebih banyak lagi melakukan promosi-promosi investasi baik itu dari pihak grup konglomerasi domestik, maupun internasional. Penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan wilayah masing-masing tentu sangat dipahami oleh para pemangku kepentingan tingkat Kabupaten yang tentu berkoordinasi dengan pihak provinsi. Namun, pelaksanaan teknis nanti akan berada pada otoritas tingkat kabupaten secara langsung. Oleh karena itu promosi investasi baik itu yang berkaitan dengan ekonomi, pariwisata, dan industri kreatif tentu harus terus dilakukan. Investasi tersebut juga diharapkan berjalan lancar dengan adanya kolaborasi-kolaborasi dari para pelaku dunia pariwisata dan ekraf lain yang lebih berpengalaman dalam mengembangkan daerah-daerah menjadi destinasi wisata dengan standar-standar yang berlaku.
Agar tidak terjadi kecemburuan sosial yang biasanya dihadapi oleh masyarakat lokal akibat masuknya persaingan dari luar wilayah, SDM muda setempat sejatinya harus siap dengan berbagai kompetensi. Baik itu seputar manajemen wisata, kemampuan bahasa asing, maupun kemampuan-kemampuan teknis lain yang menunjang ekonomi setempat berkembang secara kontinyu. Semangat kolaborasi dan bukan kompetisi perlu ditanam dengan baik pada generasi muda.
Momen pandemi ini adalah masa-masa “yang sangat baik” bagi pembenahan fundamen wisata lokal, terutama di daerah-daerah seperti Balige ini. Kehadiran para wisatawan sedikit banyak membuat apra pemangku kepentingan di bidang pariwisata akan kesulitan untuk melakukan audit atau melakukan pembangunan infrastruktur dasar (fasos dan fasum) di lokasi wisata. Mumpung belum ramai, pandemi ini sesungguhnya menyediakan waktu untuk melakukan pembenahan-pembenahan tadi.
Terlebih bila berbicara momentum, misalnya pada akhir tahun 2021 ini telah tercapai target program vaksinasi, dan awal tahun 2022 penerbangan internasional sudah dapat dibuka, niscaya upaya-upaya yang secara simultan dilakukan, renovasi-renovasi sarana umum, dan pembenahan-pembenahan lain akan langsung bisa terpakai secara optimal oleh para wisatawan yang datang.
Kalau saja Danau Erhai yang memiliki volume air hanya 2,5 kubik kilometer, dan Danau Toba memiliki 240 kubik kilometer, sesungguhnya banyak kelebihan dan kemahaan Danau Toba yang bisa dijual tidak hanya bagi wisatawan domestik, tetapi juga mancanegara. Tinggal bagaimana mengejar pengelolaannya yang terstandarisasi serta SDM lokal siap dengan perubahan. Ini baru mengenai Balige, belum kecamatan atau kabupaten lain yang ada di seluruh Sumatera Utara maupun Indonesia pada umumnya.