Tulisan ini merupakan script yang saya gunakan untuk mengisi konten di segmen Cha Guan, AsumsiCo https://www.youtube.com/@Asumsiasumsi/playlists, selamat menikmati.
Apakah Cina Ingin Mengintervensi Pemilu di Indonesia? Ini adalah pertanyaan nakal yang lumrah dipikirkan oleh orang banyak, terutama melihat 10 tahun belakangan investasi Cina dalam berbagai macam bidang cukup intensif masuk ke Indonesia. Pertanyaan nakal seperti ini tentu tidak akan dijawab oleh pihak resmi manapun, baik dari pihak Kedutaan Cina, maupun pihak Kemlu Indonesia yang memiliki domain topik ini.
Cuma, karena ini Cha Guan, dan ini bahasan kategori nakal, yang gue rasa pas buat gue angkat, mari kita bahas di episode ini.
Investasi Cina di Indonesia, kalau mengutip data dari BKPM yang diolah oleh laman CNBC dalam pemberitaannya di 12 Januari 2023 lalu, jumlah investasi Cina di Indonesia dalam 10 tahun terakhir mencapai 28,26 miliar USD. Kalau kita merujuk pada website American Enterprise Institute, yang pernah juga gue sebutin di episode sebelumnya, mereka punya yang namanya Chinese Investment Tracker, dari kurun 2012 sampai 2022, total nilai investasi dan proyek konstruksi yang berasal dari Cina di Indonesia mencapai 49,75 miliar USD. Hebatnya lembaga-lembaga watchdog Amerika memang tidak perlu diragukan lagi ya. Kalau mau tanya detil kenapa angka nya bisa sebesar itu, monggo langsung ke website mereka aja.
Dengan besarnya investasi dan pelaksanaan proyek yang berasal dari Cina di Indonesia, tentu membuat banyak pihak berpikir bahwa keberlangsungan kelanjutan bisnis Cina di Indonesia ini perlu terus dijaga. Tenang, kalo urusan ini gue belum masuk ke oligarki bisnis-bisnis besar asal Cina kok. Kalo gue udah masuk sana, ya berarti gue udah ga bikin video Cha Guan lagi, tujuan ekonomi sudah tercapai. Hahahaha.
Wajar aja sebetulnya kalau banyak orang yang berpikiran seperti itu. Dalam arti kepemimpinan era Jokowi saat ini ada segelintir elit yang masih ingin second line mereka terus berperan di era kepemimpinan selanjutnya. Wajar aja kalau banyak orang berpikir apapun akan dilakukan guna melanggengkan gerbong kekuasaan. Tapi itu kalau dari perspektif kita aja sebetulnya.
Kenapa? Karena, kalau kita taro pertanyaan apakah Cina ingin mengintervensi pemilu di Indonesia? Ini sebetulnya juga pertanyaan yang mungkin ada sejak Pemilu-pemilu sebelumnya. Dan sebetulnya monggo setelah nonton episode ini, tanyakan juga sama orang-orang atau content creator di channel-channel sebelah yang bahas negara-negara lain. Apakah negara-negara lain itu juga punya selera yang sama untuk “mengintervensi” Pemilu 2024 di Indonesia?
Ya cengli dong. Karena di Indonesia ini sendiri kalau misalnya dilihat peringkat sumber investasi terbesar, masuk nya dari Singapura. Tentu kalau kita tanya agak polos sedikit, Singapura punya selera “mengintervensi” Pemilu di Indonesia ga? Atau ke negara-negara yang punya kepentingan investasi dan proyek-proyek yang ga kalah besar di Indonesia. Ya Jepang, Korea Selatan, Amerika, Australia, Perancis, Kanada, dan lain sebagainya. Monggo ya, biar agak balancing dan spooring nih mobil kita, yang disudutkan jangan Cina nya aja ya.
Menurut gue, kalau ada pertanyaan terkait hal ini, dari pihak Cina akan melihat itu sebagai sesuatu yang ada iya nya dan ada engga nya juga. Maksudnya gimana?
Secara logis, iya yang pertama, mereka butuh untuk bercokol di Pemilu Indonesia kedepannya. Karena mereka pasti juga ingin mengamankan investasi mereka kan, secara logis lho ya. Daripada tiba-tiba terpilih entah siapa itu calon presiden nya, yang sangat anti-Cina, bisa dibayangkan konsekuensi nya seperti apa terhadap miliaran USD yang sudah mereka tanamkan di Indonesia.
Iya yang kedua, karena mereka juga bisa menghemat biaya maintenance hubungan stakeholder baik di Pusat maupun di Daerah. Seperti yang kita sudah ketahui bersama, yang namanya Pemilu di Indonesia ini bukan lah ajang politik semata, tapi ajang perputaran uang yang efektif sehingga itu mencegah Indonesia masuk ke jurang resesi yang kabarnya akan merembet ke Indonesia tahun ini. Tapi itu hanya guyon ya. Nanti gue disemprot analis ekonomi makro karena asal bunyi.
Cuma, maksud gue, dengan besarnya angka kebutuhan untuk dana-dana kampanye mau itu di ranah legislatif level daerah maupun pusat, ranah eksekutif mau itu di Pilkada atau nanti buat nyetor jadi Menteri, tentu pertanyaan nya, uang-uang itu dari mana? Dari kocek pribadi? Dari hasil wangsit terus gali-gali halaman belakang rumah ada harta karun peninggalan Belanda atau Majapahit? Ya kaga lah!
Dengan “simbiosis mutualisme” ini, memang pada prakteknya, jangankan hubungan antara perusahaan modal asing dengan calon pejabat, perusahaan dalam negeri juga punya urgensi untuk melakukan itu, terutama di daerah-daerah “basah”. Dengan begitu, kalau nanti yang bersangkutan menjabat, ya tinggal diperlihatkan aja bon setoran bantuan kampanye nya berapa, supaya nanti waktu menjabat ga digangguin bisnis mereka.
Ya tapi kalau udah soal masalah besarnya kebutuhan anggaran pemilu dan lain sebagainya, itu nanti bakal panjang ya bahasannya.
Lanjut.
2 hal di atas soal memastikan investasi dan proyek berjalan dengan lancar, serta menghemat biaya hubungan dengan stakeholder pusat maupun daerah, menurut gue bisa dibilang merupakan pemikiran sederhana yang juga banyak orang tau.
Tapi, ada jawaban tidak nya juga.
Tidak yang pertama adalah seperti yang pernah gue bahas di episode Cha Guan sebelumnya, Indonesia bukanlah destinasi prima investasi dan proyek-proyek konstruksi Cina di dunia. Banyak negara-negara lain yang mendapatkan limpahan duit-duit Cina dan sampai sekarang juga masih jalan-jalan aja proyeknya di negara-negara tersebut. Jadi, ya jangan GR juga kalau misalnya investasi mereka di Indonesia tiba-tiba amsyong, mereka tinggal rapih-rapih koper, dan capcus deh dari Indonesia, kita bakalan kena blacklist dari daftar tujuan investasi mereka.
Tidak yang kedua adalah, kalau temen-temen daerah juga pasti tau, bahwa tidak ada gunanya mengintervensi Pemilu dalam bentuk apapun. Karena siapapun yang bercokol misalnya sebagai kepala daerah maupun di pusat, pada akhirnya juga maunya dideketin ulang. Jadi istilahnya rada pura-pura lupa deh, kayak bekicot lupa cangkang nya.
Tentu hal tersebut juga sudah banyak dirasakan utamanya oleh perusahaan-perusahaan Cina yang sudah lebih dari 10 tahun belakangan ini eksis di Indonesia. Wong ujung-ujungnya harus pendekatan ulang, buat apa gue sawer di depan, kata mereka.
Tidak yang ketiga adalah, rumitnya sistem birokrasi dan koordinasi antara Kementerian/Lembaga di Indonesia, antara Pusat dan Daerah, tidak sekonyong-konyong membuat para investor asal Cina maupun asal negara lainnya bisa tidur nyenyak kalau lah mereka sudah chip-in di salah satu kandidat baik itu di legislatif maupun eksektutif. Karena nanti ketika sudah ada pejabat baru yang definitif, sudah dilantik dan lain sebagainya, tetap aja di banyak fenomena, UUD alias ujung-ujung nya duit tetap dengan mudah ditemui.
PR nya untuk kita adalah, apakah selama Indonesia sudah masuk ke era Reformasi, ‘minazzulumati ilannuur’, dari zaman kegelapan ke zaman yang lebih terang, upaya-upaya menuju Good Governance and Clean Government sudah dengan baik dilaksanakan sampai ke level pemerintahan tingkat akar rumput sekalipun?
Ya memang, upaya tersebut dilakukan tanpa henti, gue sendiri salut kepada banyak kalangan birokrat yang masih jujur, amanah, lurus, dan lain sebagainya yang sudah menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing dengan baik. Apalagi sekarang dengan mudahnya akses media sosial, membuat potensi-potensi pelanggaran dan mekanisme ‘whistleblower’ menjadi lebih mudah kan.
Cuma ya tadi, bahasannya adalah, kalau berhadapan dengan investor, apalagi itu investor asing, ga Cina, ga Zimbabwe, ga misalnya nanti ada dari Papua Nugini dateng ke Indonesia berbondong-bondong gitu, praktek di lapangan pada kenyataannya seperti apa? Itu yang lebih esensi, kan?
Tidak yang keempat, ya masih soal melihat kenyataan di lapangan. Tidak ada sama sekali garansi stabilitas apalagi yang terkait dengan investasi padat modal, yang semuanya bisa dikontrol oleh instrumen kepemimpinan politik, maupun legislasi daerah maupun pusat.
Bisa dibilang, there is no magic pill untuk membuat semua urusan investasi di Indonesia menjadi lancar. Semua pintu harus diketok dulu. Sekian banyak Dinas, lembaga, mau itu di daerah atau Pusat yang harus didekati. Harus bisa pintar-pintar mengelola isu dan hubungan stakeholder secara profesional.
Yang pada akhirnya kembali lagi ke pihak investor asal Cina nya. Mereka mau langgeng atau mau jangka pendek aja. Kalau mau langgeng, tentu semua hal harus dipandang, direncanakan, dirumuskan secara prudent. Jangan mentang-mentang lagi ada pejabat anu, terus dibilang investasinya akan terjamin dan lain sebagainya, gampang banget nanti kena jebakan betmen. Mainkan isu secara cantik, geser opini publik pelan-pelan, tunjukkan kalau investasi Cina di Indonesia itu lebih banyak membawa manfaat daripada mudhorot. Placement gitu ke Cha Guan misalnya, lah ini kaga ada, kering juga kan kita. Hahaha.