Dengan adanya jargon Asta Cita atau delapan turunan misi dari visi pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo – Gibran, ada 2 poin yang kira-kira nanti erat kaitannya dengan Cina. Nah kan, Cina lagi Cina lagi. Apaan lagi nih?
Bagaimanapun, kalau kita melihat, investasi atau uang yang masuk ke Indonesia dari luar negeri memang banyaknya dari Cina. Kendati peringkat pertama investasi dari luar negeri berasal dari Singapura, tapi ya kita semua tau itu bukan uang Singapura, tapi bisa jadi uang investor-investor dari negara lain, dan uang konglomerat Indonesia yang Opung Luhut lagi bersusah payah nih buat narikin uang nya dengan beberapa skema, salah satunya Family Office. Cuma, mungkin kita ga bahas soal Family Office ya. Yang lebih paham soal Family Office monggo bisa kasih clue yang lebih jelas soal hal tersebut di kolom komentar ya.
Gue sih taunya series the Family Guy.
Dengan melihat banyaknya investasi Cina yang masuk ke Indonesia akibat larangan ekspor bahan mentah komoditas mineral yang utamanya adalah nikel, lalu kemudian bauksit, dan nanti silika, kalau dilihat secara sekilas, memang itu merupakan langkah yang baik untuk meningkatkan nilai tambah dari hasil olah mineral yang kita sendiri miliki.
Tidak usah repot-repot teman-teman yang melihat miring soal Cina memberitakan, bikin riset, dan lain sebagainya yang serta-merta untuk mengabarkan ke publik betapa banyak ketidaksesuaian yang terjadi dari segenap project investasi Cina di Indonesia. Kita yang alumni dan merupakan praktisi industri, kita juga banyak melihat ketidaksesuaian itu. Hanya saja, ya kita business model nya ga kayak gitu. Memang butuh proses dan waktu supaya apa yang kita lihat seperti pencemaran lingkungan, ketidakharmonisan pekerja WNA dan WNI, ketimpangan sosial sebagai ekses negatif, dan lain sebagainya untuk bisa satu-satu dibenahi.
Cuma, memang yang perlu diinget, dan harus diletakkan secara fair adalah tentu ada andil dari pihak Indonesia nya sendiri juga baik itu Pemerintah Pusat maupun daerah melihat investasi Cina yang digadang-gadang juga akan meningkat kedepannya karena ada penjabaran 8 misi Asta Cita yang akan diterapkan selama kepemimpinan Prabowo – Gibran kedepan.
Dua dari delapan poin yang barangkali ada hubungannya dengan ekonomi, bisnis, dan investasi adalah dengan adanya butir 3 dan butir 5. Yaitu berkaitan dengan peningkatan lapangan pekerjaan yang berkualitas, dan melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri.
Hubungannya sama Cina apa? Selain dari yang mungkin pernah gue bahas di episode-episode sebelumnya di Cha Guan ini, karena memang Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa, dibandingkan dengan negara-negara tetangga kita. Apalagi yang berkaitan dengan energi dan mineral. Kebutuhan energi dari batu bara dan migas Cina, mendorong banyak kerja sama baik itu yang sudah lama maupun yang baru, untuk supaya energy security atau keamanan pasokan energi mereka tidak terganggu. Oleh karena itu Cina bisa dibilang mau “bersusah payah” untuk mendamaikan Arab dengan Iran, lalu faksi Hamas dengan faksi Fatah Palestina, dan mungkin setelah ini mempertemukan Israel dengan Palestina untuk menandatangani perjanjian damai yang lebih ajeg.
Bukan tanpa alasan, kan? Peran negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara sebagai pemasok komoditas energi yang sangat besar di Dunia, membuat Cina memiliki kepentingan untuk berkontribusi mendamaikan para pihak yang bersengketa di Timur Tengah dan Afrika Utara, supaya pasokan logistik alias supply chain energi yang utamanya migas dari daerah sana tidak terganggu. Yah men, hari gini mana ada makan siang gratis. Pasti kalau ada yang begitu-begitu, pasti ada apa-apanya.
Memang, Cina bukannya tidak punya cadangan batu bara atau migas di negara mereka. Tapi, seperti yang banyak dilakukan negara-negara yang memiliki cadangan komoditas energi yang juga besar seperti AS, Cina juga memiliki tendensi untuk membeli dari luar negara mereka dulu, lalu kemudian ketika jumlah komoditas energi sudah menyusut dalam beberapa dekade kedepan, barulah mereka akan menggunakan sumber daya nya sendiri. Skema strategi tersebut tidak ada culas-culasnya. Yang culas itu adalah menyerang suatu negara dengan alasan kepemilikan senjata pemusnah massal, tapi yang terjadi malah merampok ladang-ladang migas, yang kemudian operator bisnis nya ya konco-konco sendiri juga.
Skema strategi tersebut tentu juga dilakukan supaya misalnya kalau ada konflik di luar negara mereka yang sangat mempengaruhi harga komoditas energi, mereka bisa sesegera mungkin pivot atau mengganti pasokan ke sumber daya dalam negeri, sehingga mereka tidak terpengaruh gejolak harga pasar yang mengikuti sentimen-sentimen apalagi terkait dengan konflik teritorial.
Menurut World O Meters dot info, Cina merupakan negara dengan cadangan batu bara terbesar ke 4 di dunia[1]. Lokasinya juga banyak, umumnya ada di daerah Mongolia Dalam dan Xinjiang setau gue, untuk batu bara. Untuk migas sendiri, Cina merupakan negara dengan cadangan migas terbesar ke 14 di dunia[2].
Keberlanjutan hilirisasi dan industrialisasi yang baik dalam sektor mineral, migas, dan non migas, merupakan sesuatu yang sangat baik. Walaupun dongkol, Cina sebetulnya juga bisa dibilang memuji langkah Indonesia terkait dengan hal ini. Karena, ya mereka dulunya juga seperti itu. Dan misalnya sekarang mereka punya cadangan tanah logam jarang, mereka toh juga tidak mengekspor mentah komoditas mineral luar biasa tersebut ke negara lain. Mereka olah dulu menjadi end-product, baru mereka ekspor. Jadi, tingkatan nilai tambah dari mulut tambang ke produk akhir sudah bisa berkali-kali lipat.
Kalau mau berspekulasi sebetulnya, mengapa Indonesia tidak mencanangkan hilirisasi untuk minyak kelapa sawit saja? Indonesia dan Malaysia ini ibarat abang adek yang menguasai produksi CPO di dunia. Mengutip dari laman Indonesia Baik dot ID, yang juga mengutip dari United States Department of Agriculture (USDA), Indonesia dan Malaysia bisa dibilang merupakan penguasa pangsa pasar CPO yang mengkapitalisasi sebesar paling tidak 83% pangsa pasar CPO global. Indonesia tentu masih jadi pemenangnya dengan capaian produksi CPO tahun musim 2022/2023 sebesar 45,5 juta metrik ton, sedangkan Malaysia sebesar 18,8 juta metrik ton[3].
Pasar tujuan ekspor CPO atau minyak sawit Indonesia paling besar adalah India, kemudian Cina, Pakistan, kemudian ada AS dan lain-lain. Menurut laman Databoks Katadata.co.id, di tahun 2023 lalu, Indonesia mengekspor sebanyak 5,4 juta metrik ton CPO ke India, dan 4,82 juta metrik ton CPO ke Cina. Bisa dibayangkan angka transaksi nya sebesar apa, dan penghasilan nonmigas negara dari CPO merupakan salah satu yang terbesar.
Bayangkan saja kalau kita mau, dan tentu kita bisa, melakukan hilirisasi untuk CPO itu contohnya. Karena kalau pabrik pengolahan kelapa sawit sudah banyak bisa ditemukan di Indonesia, tinggal beberapa tahap lagi sehingga kita punya lebih banyak pabrik pemurnian atau refinery CPO untuk memproduksi berbagai macam turunannya.
Itu kalau mau bicara komoditas besar nya ya.
Lalu, kira-kira apa yang kedepannya perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak terkait dengan akan dilanjutkannya program hilirisasi multiproduk komoditas di Indonesia, yang sebagian besar mungkin investasinya akan datang dari Cina.
Tentu dari pihak Indonesia, baik itu adalah Pemerintah Pusat, daerah, maupun aparat penegak hukum, kunci nya tetap satu, yaitu kepastian hukum. Sebagai praktisi gue dan rekan-rekan mengamati dan melihat sendiri kalau perusahaan-perusahaan PMA atau investasi asing dari Cina, mereka akan sangat comply atau tunduk dengan peraturan dan regulasi yang berlaku. Hanya saja, seringnya, karena berbagai macam faktor, regulasi pusat tidak menjadi turunan di regulasi daerah secara jelas.
Faktor-faktor tersebut juga karena memang gue rasa banyak sekali loophole dan tingkatan birokrasi yang membuat proses operasionalisasi investasi Cina di Indonesia dianggap tidak berkualitas. Misalnya saja terkait dengan lingkungan. Sudah ada bagaimana tata laksana terkait dengan AMDAL yang harus dipatuhi oleh pihak investor, namun, di sisi lain, upaya gakkum atau penegakan hukumnya juga harus jelas dan tidak pandang bulu. Jangan cuma karena yang diduga melakukan pelanggaran pencemaran lingkungan misalnya adalah perusahaan PMA Cina, lalu dikejar nya setengah mati, dituntut nya dengan Pasal paling berat, dan lain sebagainya. Padahal misalnya, perusahaan dalam negeri pun juga banyak yang melakukan pelanggaran-pelanggaran serupa.
Atau malah banyak oknum yang juga memanfaatkan aji mumpung banyak nya investasi asal Cina di Indonesia sebagai ajang pungli yang tak jelas aturan dari mana. Baik itu pungli di lapangan, pungli ketika sedang berproses hukum, atau pungli di kantor-kantor yang ada perusahaan Cina nya.
Untuk para oknum sekalian, yang kalau dikarungin jadi se-kelurahan, perusahaan Cina itu bukannya pelit dan ga mau ngasih ucapan terima kasih atau sebagainya. Tapi, mbok ya lebih kreatif begitu cara pendekatannya. Misal bikin kegiatan rutin, ada proposal kegiatannya. Bikin kegiatan yang positif yang juga membantu mereka para perusahaan asing tersebut. Jangan ente udah kutip-kutip aja itu duitnya, abis itu udah begitu aja. Dan ingat, ini juga bukan hanya terjadi terhadap perusahaan investasi asal Cina ya, tapi juga dari negara-negara lain.
Kalau abis itu gue ditanya buktinya, hemmm, bener nih nanya bukti? Nanti jadi rame lagi. Hehehe.
Walaupun UU Cipta Kerja digadang-gadang bisa mendongkrak citra investasi Indonesia untuk lebih menarik di mata asing dan aseng, namun, bisa kita lihat sendiri faktanya seperti apa. Kalau saja kepastian hukum itu lebih ditingkatkan, niscaya engga perlu ada bikin UU baru atau kalau bahasanya Tempo, malah sibuk bikin yang namanya Dewan Pertimbangan Apalah-apalah. Para investor asing dan aseng yang juga saling berkomunikasi itu juga tau kok kita punya bobrok apa aja soal regulasi dan penerapan regulasi di lapangan.
Misalnya, beberapa waktu yang lalu gue diskusi dengan salah satu eks anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang belasan tahun menjadi anggota KPPU, mengatakan bahwa melihat geliat pertumbuhan ekonomi Vietnam dan keseriusan pemerintah mereka, ini merupakan ancaman laten bagi Indonesia kedepannya. Beliau menyampaikan juga bagaimana investasi yang berasal dari Korea Selatan di Vietnam merupakan seperempat dari nilai ekonomi negara tersebut. Walaupun di Indonesia banyak Army, tapi, mohon maaf, itu bukan faktor penentu masuknya investasi Korea Selatan besar-besaran ke suatu negara.
Memang, akan lebih bagus kalau massa yang dimiliki oleh Army atau fanbase K-pop lain di Indonesia bisa memberikan sumbangsih dan kontribusi terhadap meningkatnya FDI atau investasi yang masuk ke Indonesia. Hemmmm. Kalau soal beginian, gue enaknya ngobrolnya sama siapa ya? Hahaha.
Dari poin kepastian hukum di atas, sudah bisa merembet kemana-mana. Ga cuman soal penindakan hukum dari pelanggarannya saja, tetapi soal kejelasan misalnya terkait naker, terkait dengan kutipan pajak, terkait dengan aturan-aturan teknis lain di lapangan.
Salah satu solusinya adalah mekanisme whistleblower atau mekanisme cepu terhadap pelanggaran-pelanggaran semisal pungli dan lain sebagainya, sehingga itu langsung bisa diatasi. Tentu dari pihak kalangan usaha, tidak hanya investor asing, bisa terjamin identitasnya ketika melaporkan langsung pelanggaran dengan bukti-bukti yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan di mata hukum positif Indonesia.
PR berikutnya adalah yang berasal dari pihak Cina nya. Cuman, ini memang sangat rumit. Kenapa? Karena, buat klen-klen yang merasa bahwa Kedutaan Cina di Jakarta itu merupakan pihak yang mengkoordinir, mengumpulkan, dan menjadi “gembala” dari “domba-domba” investor aseng di Indonesia, Anda salah besar.
Ego sektoral di negara Cina juga sangat besar. Tidak semua bahkan hanya sedikit perusahaan Cina yang berinvestasi, yang melakukan business trip, yang mencari peluang impor-ekspor di Indonesia, yang berkoordinasi dengan embassy nya mereka sendiri di Jakarta.
Memang, karena saking banyaknya, sehingga ada banyak kekurangan misalnya jenis investasi tidak terpantau, jenis kegiatan juga tidak termonitor dengan baik oleh Kedubes Cina di Jakarta. Nanti baru ketika ada demo, mungkin Kedubes nya juga baru tau kalau perusahaan A, B, atau C asal Cina melakukan ina itu yang sudah masuk pelanggaran hukum Indonesia, misalnya.
Pemerintah Cina, dalam hal ini Pemerintah Pusat maupun Provinsi sebagai yang memberikan ACC untuk para calon investor berinvestasi ke luar Cina, juga memang harus bertanggung jawab memastikan bahwa standar kualitas operasional perusahaan investasi di luar dan di dalam negerinya sendiri, adalah sama.
Salah satu mekanisme kontrol yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia melalui Kemlu, Kementerian Investasi, dll adalah dengan misalnya melakukan penjangkauan terkait dengan keberatan bahwa ada beberapa perusahaan Cina yang diduga melakukan pencemaran kah, mengeksploitasi sumber daya manusia kah, atau melakukan pelanggaran-pelanggaran lain langsung ke pihak awal yang memberikan persetujuan perusahaan tersebut untuk berinvestasi di Indonesia.
Karena ya tadi, Cina adalah negara yang besar, tentu hal-hal seperti akuntabilitas dan lain sebagainya, apalagi ada kendala bahwa yang melakukan dugaan pelanggaran adalah perusahaan yang bergerak di bidang investasi luar Cina, pengawasan dari kantor pusat atau HQ di Cina sana juga perlu diketahui seperti apa.
Hal-hal lainnya seperti misalnya perusahaan Cina dari pihak manajemen nya tolong lah perbanyak ngopi dengan para stakeholder nya di lapangan. Untuk manajemen WNI yang bekerja di perusahaan PMA Cina, ya memang harus pandai-pandai sounding ke pihak manajemen atas yang WNA Cina. Terutama terkait dengan pengeluaran biaya-biaya ngopi ini supaya dirasa ada manfaatnya, dan bisa melihat pengaruh positif dari kegiatan yang dibilang sekedar ngopi-ngopi tadi. Memang, agak menyebalkan untuk berkomunikasi dengan atasan yang merupakan WNA. Ga lain dan ga bukan karena secara budaya kerja juga berbeda. Mereka masih banyak pakai pemahaman “setingan pabrik” dari negaranya sendiri. Memang masih agak sulit memahami manfaat dari ngopi-ngopi tadi, misalnya.
Ya mudah-mudahan, khususnya dari pihak Cina, mereka juga sedang menyongsong era dekade ke 2 Belt and Road Initiative, supaya elemen green dan proteksi lingkungan dimasukkan sebagai klausul utama. Sehingga turunannya adalah audit langsung dari pemerintah Cina terkait hal tersebut kepada perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di luar Cina.
Ada cerita rakyat soal Timun Mas
Akhir ceritanya bikin kita jadi gemas
Ayo kita dukung rencana Indonesia Emas
Supaya tidak menjadi Indonesia cemas
[1] https://www.worldometers.info/coal/china-coal/
[2] https://www.worldometers.info/oil/china-oil/
[3] https://indonesiabaik.id/infografis/indonesia-produsen-minyak-sawit-terbesar-dunia