Konflik Laut Cina Selatan di Depan Mata?

Pada April – Mei 2024 kemarin, tepatnya tanggal 22 April sampai 10 Mei, tentara Amerika Serikat dan  Filipina melaksanakan latihan militer yang bernama Balikatan[1]. Uniknya, nama Balikatan sendiri berarti “bahu-membahu” dalam bahasa Filipina. Pada latihan militer itu, digadang-gadang merupakan latihan militer terbesar antara AS dan Filipina yang pernah ada. Tak kurang dari 16000 tentara yang kebanyakan merupakan marinir AS dan Filipina, serta tentara Angkatan Darat AS, juga berkisar 200 tentara Australia.

Kalau begini posisinya, agak dejavu soal Perang Vietnam, di mana dulu AS mengirimkan lebih banyak tentara Angkatan Daratnya, ketimbang marinir. Tapi, ternyata, kalah kan mereka di Perang Vietnam? Apa mau mengulangi kesalahan yang sama dengan memanas-manasi LCS?

Seakan tidak ada habisnya guyur bensin ke timbunan sekam yang memang sedang membara. Itu bukan peribahasa, bukan pula pantun. Tapi, itu lah kondisi riil yang kita semua musti waspada terhadap apa yang berpotensi terjadi di pekarangan rumah kita.

Mungkin, kalau ada apa-apa di Laut Cina Selatan, misalnya konflik teritorial, yang katanya akan banyak perang di lautnya, secara fisik, memang perang itu masih jauh dari landas teritorial Indonesia. Masih cukup jauh jaraknya, dan permasalahan utama tidak ada sangkut-pautnya dengan Indonesia. Tapi, apa iya kita melihatnya se-awam itu?

Sekitar 80 persen dari perdagangan maritim dunia melewati jalur Selat Malaka, yang kemudian naik ke Utara ke perairan Cina Selatan, lalu menuju Cina, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan lain sebagainya. Angka tersebut kalau dinominalkan berkisar sejumlah 5,3 triliun USD[2]. Sehingga, kalau melihat dari angka itu saja, berapa banyak warung bakso wonogiri yang bisa kita beli? Kalau analogi membeli warung bakso saja sudah sangat luar biasa, tinggal meletakkan proporsi itu ke dunia riil, apalagi kalau bukan ekonomi global, kalaupun tidak kita persempit hanya pengaruhnya terhadap ekonomi regional, khususnya Asia Tenggara.

Well, memang, kalau ada apa-apa di LCS, mungkin masih ada jalur perdagangan maritim alternatif lainnya, tapi mau lewat mana, Bambang?

Coba deh, kita kalo malem-malem gitu, sebelum tidur, iseng-iseng browsing Google Map gitu, supaya ingatan soal geografi kita bisa lebih tajam lagi. Asumsi mudahnya, memang kalau ada perang betulan di LCS, Selat Malaka mungkin masih bisa dilewati, tapi kemudian arahnya tidak bisa ke Utara, melainkan ke arah Indonesia yaitu mengarah ke Laut Jawa, agak sedikit di Selatan Kalimantan, kemudian lurus ke Laut Banda, masuk ke ALKI III, baru kemudian ke Utara apakah via Laut Maluku atau Laut Halmahera. Yang kesemuanya misalnya memiliki tujuan Jepang, Korea Selatan, atau Rusia bagian Timur Jauh, menghindari suasana panas di LCS tadi.

Menurut laman Associated Press[3], misalnya kita geser sebentar ke konflik Israel – Palestina, awal tahun 2024 milisi Houthi yang dibekingi oleh Iran, berusaha untuk memecah konsentrasi pasukan Israel yang sedang menggempur Gaza, serta menimbulkan efek leverage internasional, dengan cara menyerang kapal-kapal yang melewati Laut Merah, yang bertujuan ke arah Terusan Suez untuk menuju Laut Mediterania, kemudian ke Eropa. Akibat serangan-serangan milisi Houthi tersebut, terjadi peningkatan biaya pengiriman kontainer 40 kaki, yang tadinya berkisar di angka 1500 USD melonjak naik ke angka 4000 USD. Tentu kenaikan di atas 2,5 kali lipat itu membebankan harga ritel akhir dari apapun barang atau komoditas yang sejatinya bisa dengan cepat lewat via Terusan Suez, harus pasrah melipir ke arah Selatan Afrika, melewati Madagaskar, terus ketemu Afrika Selatan, udah deket Tanjung Harapan belok kanan, klakson dua kali biar ga tabrakan, terus ke arah Utara melipir terus sampe nanti apakah lurus ke arah Portugal atau belok ke Selat Gibraltar, sesuai dengan tujuan masing-masing.

Intinya, tentu ada hubungan langsung antara konflik teritorial, terutama di laut, dengan apapun yang nanti kita, masyarakat Indonesia, konsumsi dari luar negeri, terutama barang-barang dari Cina. Ya kalo soal nilai tukar Rupiah terhadap USD dan meningkatnya harga minyak mentah, itu mah udah pasti terimbas ya.

Kalo kelakar gue sih, ya oke lah ada semacam “formalitas” perang fisik laut gitu ya di LCS, tapi gue yakin Cina juga bakal tetep dagang. Perdagangan merchandise maupun barang-barang komoditas bakal terus berlanjut, ya cuman dengan konsekuensi kita sebagai konsumen harus pasrah menerima harga barang yang lebih mahal nantinya.

Kalau misalnya rekan-rekan melihat bahwa konflik di LCS itu justru “bagus”, karena nanti kapal-kapal akan banyak yang lewat ALKI III kita, kita bisa pungut semacam biaya tol laut, dan itu nanti ada nilai ekonominya buat Indonesia, ya itu mungkin bisa kita bahas di episode lain kali ya. Coba gue riset-riset dulu.

Balik lagi soal latihan militer di awal tadi.

Kalo kita kulik biaya pengadaan latihan militer yang setiap tahun AS adakan dengan berbagai macam mitra nya, kita bisa hitung dari ada kalkulasi latihan militer antara AS dan Korea Selatan dulu tahun 2018 yang melibatkan sekitar 67500 orang tentara, dengan pada waktu itu memakan biaya 14 juta USD. Artinya, kalau estimasi kasar pake banget, ya bisa dibilang biaya per personel untuk mengadakan kegiatan itu sekitar 204 USD.

Engga heran sebetulnya AS bisa mengadakan latihan-latihan militer yang melibatkan belasan kalau tidak puluhan ribu jumlah pasukan. Dulu waktu tahun 2018 total anggaran militer AS sudah sekitar 700 milyar USD[4]. Dan pada tahun 2024 ini, diperkirakan anggaran militer atau pertahanan AS sebesar 841 milyar USD[5].

Ya, mau gimana. Dulu AS paling benci dengan gagasan Stalin dan Lenin, tapi sekarang mereka juga menggerakan ekonomi dengan dagang senjata. Mungkin diam-diam kagum, terinspirasi, ya jadinya sama aja dengan dulu yang sempat Stalin dan Lenin terapkan untuk menghidupi ekonomi Sovyet dengan berjualan senjata selain komoditas energi untuk menopang perekonomian mereka.

Kalau kita bandingkan dengan anggaran pertahanan Indonesia tahun 2024 sekitar 139,27 triliun Rupiah[6], atau sekitar 8,7 juta USD kalau kita kurs ke Rp 16000 per USD. Tentu kalau dilihat dari pemenangnya, AS memang masih bercokol pada peringkat pertama negara terkuat dari segi anggaran pertahanan atau militernya, kepemilikan alutsista, serta tingkat kemahiran prajuritnya.

Karena, seperti yang sempet gue sampaikan di episode Cha Guan sebelumnya, tentara Cina belum tentu siap kalau menghadapi perang teritorial betulan, karena minim ujian dan latihan-latihan militer. Tidak seperti AS yang

Pengadaan latihan militer besar-besaran di Filipina ini juga bukan tanpa alasan. Kalau kita perhatikan, dan teman-teman bisa cek sendiri di Google Map, jarak terdekat antara wilayah daratan Filipina dengan daratan Taiwan hanya sekitar 157km, atau 84,7 nautical miles. 你们知道吗,temen-temen tau ga kalau jarak itu juga hampir sama dengan wilayah daratan Taiwan yang terluar ke wilayah daratan Cina, sekitar 160km saja.

Artinya, pelaksanaan latihan militer itu juga bukan tanpa alasan, dan diadakan paling banyak lokasinya di Filipina bagian Utara, walaupun tidak diadakan persis di Pulau Itbayat Filipina, yang sempat kita ukur jarak terdekatnya ke daratan Taiwan tadi.

Dengan melakukan skenario secara jarak, para pihak yang terlibat di dalam latihan militer tersebut, paling engga punya gambaran, “nanti kalo kapal gue yang meledak, gue bisa berenangnya ke arah mana dan berapa jauh.” Well, yang begitu bukan sesuatu yang bisa dibecandain sih, tapi itu lah kenyataannya. Menurut gue juga AS sengaja melakukan ploting skenario-skenario tersebut dengan “ekspektasi” bahwa Cina akan tersulut emosi nya, dan beneran akan melakukan serangan duluan ke Taiwan, nanti tinggal AS dan sekutunya bilang bahwa Cina menyerang Taiwan kendati tidak ada provokasi dari pihak Taiwan, alias ‘unprovoked’.

Kata-kata ‘unprovoked’ ini merupakan kata ajaib yang sempat dipakai oleh berbagai pimpinan elit politik AS melihat apa yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina. Padahal, bara dalam sekam nya sudah ada sejak Minsk Agreement tahun 2014 yang tidak dijalankan dengan baik oleh Ukraina, dan lain sebagainya.

Engga, gue ga akan makan jatahnya segmen Vgosty di sini ya, hahaha, silahkan tonton Fauzan CS yang bahas Rusia di episode-episode mereka.

Kayaknya dengan memutarkan lagunya Idgitaf Satu-satu bisa menenangkan Cina supaya ga terprovokasi oleh tindak-tanduk AS dan kawan-kawannya. Kenapa engga, kan bisa dicoba? Misalnya ringtone HP pejabat Coast Guard Cina atau AL Cina semua diganti lagu itu, dalam Bahasa Mandarin tentu, hahaha.

By the way, latihan militer Balikatan itu juga ternyata diikuti oleh perwakilan pemantau militer dari Indonesia, Brunei, Singapura, Vietnam, Thailand, Malaysia, Korea Selatan, Jepang, India, Jerman, Kanada, dan Inggris[7]. Namun, tidak disebutkan spesifik dari berbagai macam pemberitaan, berapa total jumlah perwakilan pemantau militer tersebut.

Cuman, kalo emang nanti ada perang beneran, fungsi para pengamat itu apa ya? “Oh, iya, perang ya ternyata? Oke, kami hanya mengamati.”

Masa gitu?? Hahaha, coba rekan-rekan yang paham bisa bantu jelasin di kolom komentar ya fungsi dari para pengamat tadi ketika terjadi perang betulan seperti apa.

Sekarang, permasalahannya adalah, Pemerintah Cina lagi berang banget, murka, muka merah padam, menyala abangkuuu! Karena, sewaktu kemarin latihan Balikatan itu dilaksanakan, AS iseng kirim sistem rudal typhon ke perhelatan tersebut[8] [9]. Sistem rudah typhon itu salah satunya bisa meluncurkan misil yang namanya Tomahawk.

Kalau buat temen-temen yang demen pantengin Youtube channels yang bahas soal perang-perangan, mungkin ga akan asing dengan Tomahawk ini.

Singkatnya, Tomahawk merupakan rudal jelajah yang cukup canggih, memiliki jarak jelajah ideal 2500 kilometer, memiliki kepintaran/kemampuan untuk terbang rendah dan mengikuti kontur bumi (sehingga lebih sulit untuk terdeteksi radar), dapat membawa hulu ledak nuklir, serta dapat diluncurkan dari berbagai macam platform.

Sebetulnya misil jelajah Tomahawk ini telah banyak dipakai di konflik-konflik Timur Tengah yang sudah-sudah lewat[10]. Ya apalagi kalau bukan untuk meluluh lantakkan negara-negara Islam? “TRIGGERED”.

Namun, dengan fleksibilitasnya untuk diluncurkan apakah itu dari darat atau dari laut, misil jelajah Tomahawk ini bisa dibilang merupakan momok tersendiri bagi target yang sudah dipasang oleh AS.

Nah, PERKORO NE, perkaranya, salah satu sumber dari militer AS dalam pemberitaan di Reuters dll, memang mengakui kalau ada “simulasi” transportasi logistik sistem misil Typhon tadi yang ditaro di Filipina. Tapi, dari sumber militer AS tadi engga menyebutkan di mana mereka persisnya taro sistem misil tersebut, dan akan ada di wilayah Filipina sampai kapan.

Salah satu lokasi latihan militer Balikatan itu adalah kota kecil atau daerah yang bernama Santa Ana, di Luzon Utara. Kalau kita tarik garis 2500 km ke arah Cina dari Santa Ana itu, estimasi jarak tempuh ideal misil jelajah Tomahawk, jarak 2500 km sudah bisa menjangkau paling tidak sepertiga wilayah daratan Cina. Bahkan jarak 2500km dari Santa Ana itu tadi kalau ditarik ke arah Beijing, sudah bisa mengenai target-target yang ada sudah sangat dekat dengan Beijing, yaitu di Provinsi Hebei.

Itu aja kalau skenario nya peluncuran dilakukan dari darat. Karena kecanggihan teknologi yang dimiliki oleh militer AS, misil jelajah Tomahawk tadi juga bisa diluncurkan dari kapal selam dan kapal-kapal jelajah nya mereka. Wah, bisa cilaka 13 kuadrat kan buat Cina.

Menurut berbagai sumber, misil jelajah Tomahawk cuman baru bisa dihentikan sama sistem rudal S-400 punya Rusia. Cina memang sudah punya S-400 sebanyak 2 unit, padahal dulu 2014 mereka kabarnya beli 6 unit. Kalau Cuma 2 unit sih ya ga cukup pastinya untuk melindungi wilayah daratan Cina yang sangat luas.

Dan kalau kita perhatikan juga, peperangan modern, banyaknya bukan perang habis-habisan, tapi lebih kepada masing-masing menargetkan titik-titik atau target strategis untuk diserang, lalu dengan demikian pihak lawan akan menyerah dan mengakui dominasi dari pihak yang lebih powerful.

Tapi, kembali lagi soal konsekuensi dan akibat yang akan ditimbulkan ya. Mudah-mudahan tidak sampai terjadi betulan konflik teritorial itu, kendati AS dan kawan-kawan nya selalu berusaha berperan sebagai pem-bully, semua pihak harus menahan diri.

Apalagi, kalau melihat bahwa Presiden Filipina yang lebih dikenal dengan sebutan Bongbong, juga harus kembali menyegarkan ingatannya terhadap fungsi-fungsi lembaga kerja sama regional, khususnya ASEAN.

Di ASEAN sendiri, bahkan di websitenya, rekan-rekan semua juga bisa cek sendiri, terkait dengan isu LCS ini juga sudah ada beberapa guidance, dan bahkan sudah diratifikasi DOC alias Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di LCS. Dokumen tersebut sudah diteken pada tahun 2012 lalu antara para Menteri Luar Negeri ASEAN dengan Perwakilan Khusus Cina pada waktu itu, Wang Yi.

Artinya, alih-alih misalnya meningkatkan eskalasi, membuat Cina tambah geram, dan mengusik kedamaian yang ada di kawasan, AS harusnya lebih bisa menghormati apa-apa yang para negara anggota ASEAN telah sepakati bersama. ASEAN melalui ASEAN Political Security Community juga tentu telah dan tengah terus-menerus menegosiasikan terkait dengan LCS yang tadinya 9 garis putus-putus, ini kalo ga salah udah jadi 10 garis putus-putus yang diklaim oleh Cina. Kalau dieskalasi atau dipanas-panasin terus, bukan tidak mungkin Cina juga akan jadi kelewat reaktif terhadap LCS.

Apalagi Cina sama Filipina ini, spesifiknya Penjaga Pantai atau Coast Guard nya Cina, sering slek di laut. Yang terbaru tanggal 2 Juni kemarin[11]. Ketika ada kapal pemasok logistik AL Filipina dianggap memasuki kawasan LCS tanpa ijin, lalu disemprot air sama 2 kapal Coast Guard nya Cina, dan tentu Filipina ga terima.

Melaksanakan latihan militer bersama mau itu sama AS kek, sama Inggris kek, sama Aussie kek, bahkan sama alien misalnya, ya kan tentu manfaatnya banyak, ga masalah. Yang jadi masalah adalah apabila ada kegiatan-kegiatan ekstra seperti memindahkan dan memasang sistem rudal Phyton tadi, itu memang sengaja manas-manasin.

Perlu peran yang lebih dari ASEAN, dalam hal ini Laos yang sedang menjadi Chairman dari ASEAN, untuk bisa mengingatkan lagi ke Filipina nih, jangan mau juga ditarik terus sama AS untuk mengikuti game mereka. Seinget gue, Filipina waktu Presiden nya kemarin masih Duterte, dia kan keras betul sama AS ya. Ini giliran Bongbong, kayak berubah 180 derajat.

Pesan berikutnya adalah tentu ke pihak Cina. Berarti Cina juga harus menambah presensi dan engagement mereka di wilayah ASEAN secara lebih baik. Lebih baik di sini misalnya, stop ngadain seminar-seminar atau kegiatan yang level tinggi, atau kegiatan yang cuman menyasar soal bidang diplomasi. Bisa lebih menyasar kegiatan yang bertujuan pembangunan sosial, kerja sama sains dan iptek, lingkungan, pendidikan, dll yang lebih bisa diakses oleh kalangan masyarakat ASEAN yang lebih luas.

Tapi, ya sepengalaman gue sebagai praktisi, pakem dari pihak Cina nya sayangnya masih seperti itu. Dia pikir semuanya kalau sudah deal atau selesai didiskusikan di tingkat Menteri atau elit politik, maka akan selesai ke bawah, padahal ya lain ladang lain pula ilalang nya. Jadi, ini posisi nya sama-sama sulit. AS terus manas-manasin, tapi Cina juga engga punya komitmen yang jelas untuk supaya secara soft diplomacy atau diplomasi lunak, bisa mendapatkan rekognisi yang lebih baik dari negara-negara ASEAN.

Bahasa Mandarin nya 1234 一二三四

Diajarin sekarang, besok udah lupa juga

Kita cuma punya satu Bumi memang terdengar klise

Karena itu, perdamaian harus tetap dijaga


[1] https://www.reuters.com/world/philippines-us-repel-mock-foreign-invaders-annual-military-exercises-2024-05-06/

[2] https://sites.lsa.umich.edu/mje/2024/01/31/showdown-in-the-spratleys-how-economics-drives-chinas-claims-in-the-south-china-sea/#:~:text=It%20is%20estimated%20that%20over,Pacific%20to%20the%20Indian%20Ocean.

[3] https://apnews.com/article/red-sea-yemen-houthis-attack-ships-f67d941c260528ac40315ecab4c34ca3

[4] https://www.reuters.com/article/idUSKBN1JW348/

[5] https://www.armed-services.senate.gov/imo/media/doc/fy24_ndaa_conference_executive_summary1.pdf

[6] https://jakartaglobe.id/news/defense-budget-overview-prabowo-has-upper-hand-in-upcoming-debate

[7] https://ipdefenseforum.com/id/2024/05/balikatan-2024-membangun-interoperabilitas-dan-kemitraan-multilateral-filipina-a-s/

[8] https://www.reuters.com/world/chinas-defence-ministry-condemns-us-missile-deployment-philippines-2024-05-30/

[9] https://english.news.cn/20240530/7beed538836d4ba19cb06e03571c6818/c.html

[10] https://www.aei.org/op-eds/why-is-the-u-s-navy-running-out-of-tomahawk-cruise-missiles/

[11] https://www.kompas.id/baca/internasional/2024/06/04/insiden-senjata-filipina-china-nyaris-berujung-konflik-di-laut-china-selatan?open_from=Section_Berita_Utama

Leave a comment