Olimpiade Paris 2024 dan Performa Atlet Cina

Perhelatan Olimpiade tahun 2024 di Paris bisa dibilang merupakan perhelatan yang memang entah sebagai pertunjukan terakhirnya Presiden Macron atau bagaimana, namun memang banyak membuat publik global terperangah.

Tidak hanya karena Snoop Dogg yang ditunjuk menjadi pembawa Obor Olimpiade, tapi juga karena rentetan kejadian lain yang menimbulkan sensasi yang luar biasa pada pembukaan Olimpiade pada 27 Juli lalu. Secara mengejutkan Celine Dion tampil sebagai penampil di rangkaian pembuka. Celine Dion dikabarkan paling tidak sudah sejak tahun 2020 mengidap suatu penyakit langka yang disebut Stiff Person Sindrome, sehingga sudah beberapa tahun ia tidak tampil di publik untuk bernyanyi[1]. Namun, kehadiran Celine Dion dianggap sebagai sebuah comeback yang luar biasa di acara pembukaan tersebut.

Atau misalnya saja kontroversi kabaret yang melibatkan drag queen dan para penari yang dianggap melecehkan agama Kristiani karena membawakan parodi Perjamuan Terakhir[2].

Yaaaa gimana, namanya juga Barat, sendi-sendi peradabannya dibuat dari liberalisme dan kebebasan berpendapat tanpa batas. Masih pada inget dong tabloid Charlie Hebdo asal Perancis juga yang sering membuat karikatur Nabi Muhammad dulu.

Tentu, penderitaan saudara-saudara kita di Palestina juga mewarnai ketidakadlian yang ada dari penyelenggaraan Olimpiade kali ini. Kelompok atlet dari Rusia dan Belarusia terpaksa harus menggunakan bendera non negara (atau yang biasa disebut AIN atau INA[3]), bisa dibilang mendapatkan diskriminasi di saat atlet-atlet asal Israel bisa menghadiri Olimpiade di Paris seakan tidak ada apa-apa. Komite Olimiade Internasional memang memiliki otonomi yang sebesar itu untuk memutuskan banyak hal terkait dengan perhelatan Olimpiade[4]. Jadi, kalau dia engga mengeluarkan larangan untuk para atlet Israel, anteng-anteng aja mereka bertanding.

Ada satu film layar lebar yang tayang di Netflix sebetulnya, yang mungkin sengaja pakai angle latar belakang Kota Paris, cuma mereka menambahkan bumbu hiu nya. Ya, film Under Paris yang dirilis di awal Juni 2024 lalu, ternyata engga bisa mendongkrak rating nya di IMDb kendati menggunakan momentum Olimpiade[5]. Kalau kata produser filmnya mungkin ‘the name is also effort’, namanya juga usaha.

Terlepas dari semua kontroversi nya itu, pembukaan Olimpiade Paris berhasil menarik minat 28,6 juta penonton yang tidak hadir di lokasi pembukaan acara. Menurut Antara News dotcom yang diambil juga dari berbagai macam sumber, apabila dibandingkan dengan pembukaan Olimpiade Tokyo tahun 2021 lalu yang hanya menarik sekitar 10 juta penonton, atau pembukaan Olimpiade di Rio Brazil, hanya menarik sekitar 2 juta penonton untuk menyaksikan sesi pembukaan[6].

Setelah sebelumnya Perancis pernah menjadi tuan rumah bagi Olimpiade di tahun 1900, 1924, 1968, dan 1992, Perancis mencoba mencari peruntungannya sebagai tuan rumah dari perhelatan acara yang sebetulnya malah akan membuat boncos tuan rumah, ketimbang membawa untung.

Adalah Profesor Andrew Zimbalist yang menuliskan buku berjudul Circus Maximus: The Economic Gamble Behind Hosting the Olympics and the World Cup pada tahun 2016[7]. Ia menjelaskan di bukunya, dan ketika diwawancara di video YouTube CNBC pada 25 Juli lalu[8] menyampaikan bahwa tidak ada hubungannya antara pelaksanaan kegiatan global seperti Olimpiade dan Piala Dunia dengan besaran untung yang bisa didapatkan oleh negara tuan rumah.

Masih menurut Prof Zimbalist, terakhir pihak yang bisa dibilang cuan dari menjadi tuan rumah Olimpiade adalah Spanyol ketika pelaksanaan Olimpiade di Barcelona pada tahun 1992 lalu. Itu pun sudah dengan catatan bahwa budget yang dikeluarkan 266% lebih banyak dibanding perencanaan awal.

Bahkan, ada contoh kasus yang mengkhawatirkan ketika misalnya Yunani yang juga pernah menjadi tuan rumah Olimpiade 2004, harus menelan pil pahit karena memiliki hutang sebesar 382 milyar USD ke berbagai pihak[9]. Besarnya hutang dan gagal bayar dari Pemerintah Yunani sendiri, membuat pada akhirnya perlahan Yunani mengalami krisis moneter pada tahun 2009 sampai akhir tahun 2018[10].

Brazil yang juga ketika tahun 2016 mengadakan perhelatan Olimpiade, harus menanggung cost overrun sebesar 352%. Rata-rata cost overrun itu dikarenakan alokasi untuk perbaikan infrastruktur transportasi, penyediaan akomodasi atlet, dan keperluan detil lainnya yang tidak terestimasi di awal.

Cina sendiri juga mengalami cost overrun ketika menjadi tuan rumah Olimpiade pada tahun 2008, namun bisa dibilang sangat rendah, yaitu hanya 2% saja.

Diprediksi, untuk perhelatan Olimpiade di Paris yang sedang berlangsung, Pemerintah Perancis harus bisa berstrategi setelah selesai pelaksanaan perhelatan untuk menanggung paling tidak sebesar 115% cost overrun atau kira-kira sebesar 8,7 milyar USD[11].

Makanya, mungkin Indonesia kalau ada keminatan untuk mengadakan perhelatan semacam Olimpiade atau Piala Dunia, mungkin perlu kalkulasi yang matang ya. Karena kalau tidak, tagihan hutang penyelenggaraan kegiatan super tersebut nanti akan dibebankan pada rakyat sendiri.

Oke, sekarang kita bahas Cina nya ya.

Sampai artikel skrip taping ini ditulis, perwakilan atlet yang paling banyak mendapatkan medali emas adalah Jepang, yaitu sebanyak 6 medali emas. Cabor yang berkontribusi dari medali emas yang telah Jepang dapatkan antara lain judo, skateboard, gymnastics, dan fencing. Namun, negara yang mendapatkan perolehan medali paling banyak adalah AS dengan perolehan total medali sebanyak 20 medali.

Sedangkan Cina masih harus mendongkrak perolehan medali emas mereka yang sampai saat ini harus puas dengan perolehan 5 emas dari cabor menembak dan diving[12].

Sebetulnya, Cina juga bukan negara yang seperti AS, Inggris, Perancis, Itali, dan negara-negara Barat lainnya yang sudah lama mengirimkan atlet mereka untuk bertanding di ajang Olimpiade yang pertama kali dihelat pada tahun 1896 di Yunani[13]. Keikutsertaan tahun 2024 ini merupakan kali ke 12 Cina mengikuti ajang Olimpiade. Pertama kali Cina mengikuti Olimpiade adalah pada tahun 1932 di Los Angeles, California. Kala itu sebelum kemerdekaan RRT, dan Cina masih dikuasai oleh Kuomintang dan berbentuk Republik.

Namun, setelah selesai nya Perang Dunia II dan berdirinya RRT, keikutsertaan pertama kali RRT pada Olimpiade adalah pada tahun 1952 di Helsinki, Finlandia[14].

Cina sendiri juga sempat melakukan boikot terhadap 6 kali hajatan Olimpiade pada tahun 1956 – 1976. Hal tersebut dikarenakan pada kurun waktu itu, IOC atau Komite Olimpiade Internasional mengizinkan Taiwan untuk menjadi bagian dari negara yang mengirimkan atletnya. Dari pihak Cina, mereka maunya seperti yang saat ini yaitu delegasi atlet asal Taiwan menggunakan bendera Chinese Taipei, dan bukan bendera Taiwan sebagai negara dengan simbol kenegaraannya.

Akhirnya, Cina kembali mengikuti ajang Olimpiade setelah berhasil melakukan lobi-lobi terkait dengan keikutsertaan delegasi asal Taiwan di ajang-ajang Olimpiade berikutnya pada tahun 1980 sampai saat ini.

Kembali lagi ke soal perolehan medali.

Sebetulnya, kalau dilihat, negara-negara seperti AS, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, Finlandia, dan lain sebagainya sudah sejak awal mengikuti ajang Olimpiade, dan bisa dibilang secara total dan rerata, AS lah yang masih memegang tampuk hegemoni dari perolehan medali secara keseluruhan dan medali emas secara khusus. Dalam 28 ajang Olimpiade yang pernah diikuti oleh AS, total medali emas yang bisa mereka raih adalah sebanyak 1.061 medali emas, dari total 2.629 total medali yang pernah didapatkan oleh AS selama sejarah keikutsertaan Olimpiade.

Peringkat ke dua sebetulnya ada Uni Sovyet yang dalam 9 kali keikutsertaannya pada ajang Olimpiade, mereka berhasil menyabet 395 medali emas dari total 1.010 total medali yang mereka pernah dapatkan.

Klasemen ini lalu kemudian disusul oleh Inggris, Cina, Perancis, Italia, Jerman, dan seterusnya.

Kalau kita lihat, AS ini merupakan negara melting pot, yang berarti memang tempat berkumpulnya para talenta dari berbagai macam kemampuan di suatu negara. Sedikit banyak GDP AS sendiri juga ditopang dari konsumsi domestik, yang salah satunya adalah karena adanya perhelatan kegiatan-kegiatan olahraga baik itu yang berlaku secara global maupun hanya dimainkan oleh mereka sendiri. Menurut Statista, revenue atau penerimaan dari ajang yang berkenaan dengan olahraga di AS paling engga terprediksi berjumlah sebesar 16,4 milyar USD di tahun 2024 ini[15]. Tentu, penerimaan tersebut didapatkan banyak dari penjualan tiket, belum dihitung dari ameneties lain yang merupakan trickle down effect dari adanya puluhan atau mungkin ratusan ajang olahraga per tahun yang diadakan di AS.

Dengan fakta bahwa Cina juga memiliki populasi yang sangat besar, dan perlahan namun pasti, di Cina sedang ada yang namanya pergantian dari ekonomi yang berbasis ekspor menuju ekonomi berbasis konsumsi domestik. Olahraga merupakan satu dari sekian banyak sektor yang mampu untuk meningkatkan angka konsumsi domestik, selain misalnya pertunjukan seni, industri film, pariwisata, maupun industri kreatif lainnya.

Oleh karena itu, Cina harus bisa mengintip resep AS dan negara-negara Barat lainnya yang berhasil mencetak idol-idol dalam bidang olahraga, sehingga masyarakatnya sangat hooked atau ketagihan untuk melakukan spending menikmati perhelatan kegiatan-kegiatan olahraga.

Secara mengejutkan, selama sejarah Olimpiade yang pernah diikuti oleh Cina, peringkat pertama cabor yang menjadi andalan mereka adalah diving, atau loncat indah. Cina berhasil mengumpulkan total medali emas sebanyak 47 medali, dari total 81 perolehan medali yang pernah direbut. Kemudian, secara mengejutkan, Cina banyak mencetak atlet untuk cabor weightlifting atau angkat besi dengan kumpulan perolehan 38 medali emas, lalu kemudian ada tenis meja di 32 total medali emas, kemudian disusul oleh senam artistik, menembak, badminton, renang, dan seterusnya.

Tentu, semua ini bermuara juga dari hulunya, yaitu porsi anggaran terkait dengan pembinaan atlet, penyediaan infrastruktur olahraga, sampai soal printilan-printilan kecil lainnya. Di Cina sendiri dikabarkan telah menghabiskan sebanyak 3,2 milyar USD di tahun 2023 untuk berbagai macam keperluan terkait dengan olahraga[16]. Dari segi pembinaan, paling tidak ada sekitar 7 universitas di Cina yang memang merupakan kampus pendidikan olahraga[17]. Seperti Beijing Sport University, Wuhan Sport University, Capital University of Physical Education and Sports, dan lain sebagainya. Bahkan, banyak kawan-kawan kita dari Indonesia yang merupakan alumni S2 dari beberapa kampus keren khusus olahraga di Cina.

Dulu waktu kuliah di Cina, di 2 kampus yang berbeda, dan gue juga lihat di kampus-kampus lain, dan ini juga menjadi standar nasional, adalah bahwa kampus-kampus itu punya fasilitas olahraga yang standarnya nasional dan internasional. Misalnya saja di Peking University, kampus dulu gue 2 tahun belajar Bahasa Mandarin, ada gelanggang olahraga yang bernama Khoo Teck Puat[18] yang memiliki luas sebesar 2,6 hektar dan pada Olimpiade tahun 2008 merupakan juga salah satu lokasi event untuk pertandingan tenis meja. Bahkan GOR ini punya kolam renang standar internasional yang dibangun di basement 2, artinya 2 lantai di bawah tanah. Selain untuk menjadi venue pertandingan badminton dan tenis meja, GOR tersebut punya gym, tempat billiard, lapangan basket, squash, dan tentunya tempat cuci mata. Hehehe.

Kalo kita bahas soal Indonesia, ini yang agak berat ya, teman-teman.

Dari 16 kali keikutsertaan Indonesia pada ajang Olimpiade, kita harus puas mengumpulkan total hanya 8 medali emas, dari total 37 medali yang pernah kita rebut[19]. Ya, kalau untuk penghiburan, satu peringkat di atas kita ada India, yang sebetulnya sudah ikut 25 kali Olimpiade, tapi hanya memiliki capaian 10 medali emas, dari total 35 medali yang pernah direbut.

Mungkin kalau cabor olimpiade nya ada di joget kolosal, tentu India bakal nyabet medali diamond ya bro, bukan emas lagi.

Tapi ya, gitu deh, semangat untuk Indonesia Tanah Air Beta, no komen deh soal bagaimana pengelolaan sektor olahraga. Nanti, dibahas di sini, besokannya udah ada laporan masuk ke Bareskrim atas tuduhan pencemaran nama baik dan hoax, kan repot.

Dahlah! Pantun!

Badminton, angkat besi, dan panahan

Itulah 3 entri cabor yang Indonesia bisa kuasai

Mau bicara pun aku sudah tak tahan

Melihat kapan Indonesia bisa rebut lebih banyak medali


[1] https://www.bbc.com/news/articles/cgerkx08dw0o

[2] https://www.beritasatu.com/sport/2831805/penyelenggara-olimpiade-paris-2024-minta-maaf-karena-upacara-pembukaan-dianggap-menyerang-agama

[3] https://time.com/7004418/what-is-ain-russia-olympics-2024/

[4] https://en.as.com/olympic_games/why-can-israel-participate-in-the-2024-olympics-in-paris-is-russia-banned-because-of-the-war-n/

[5] https://www.imdb.com/title/tt13964390/

[6] https://www.antaranews.com/berita/4221659/pembukaan-olimpiade-paris-hasilkan-286-juta-penonton

[7] https://www.amazon.com/Circus-Maximus-Economic-Hosting-Olympics/dp/0815727240

[8] https://www.youtube.com/watch?v=WveQVk9rd4A&t=424s

[9] https://economictimes.indiatimes.com/news/international/did-2004-olympics-spark-greek-financial-crisis/articleshow/6009043.cms

[10] https://en.wikipedia.org/wiki/Greek_government-debt_crisis

[11] https://www.scoop.co.nz/stories/HL2407/S00054/the-olympic-games-perennially-costly-and-always-over-budget.htm

[12] https://olympics.com/en/paris-2024/medals

[13] https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_Olympic_Games_host_cities

[14] https://en.wikipedia.org/wiki/China_at_the_Olympics#Medals_by_sports

[15] https://www.statista.com/outlook/dmo/eservices/event-tickets/sport-events/united-states

[16] https://projectplay.org/world-sport-systems/china

[17] https://www.cucas.cn/studyinchina/type/Sport_Universities_17.html

[18] https://newsen.pku.edu.cn/news_events/news/campus/12879.html

[19] https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesia_at_the_Olympics

Leave a comment