Anda Bukan Zohran Mamdani

Hanya tinggal menghitung beberapa hari lagi hingga Zohran Mamdani akan resmi memimpin New York City pada 1 Januari 2026. Pemilu Daerah NYC sudah dilakukan pada 4 November 2025 lalu, sebagai bagian dari Primary Election skala nasional yang ada di AS1.

Jujur, tidak mudah memahami sistem demokrasi AS dari segi detil, terutama untuk soal urusan pemilihan-pemilihan ini. Mau itu Pilpres nya, Pilkada nya, Pileg (legistlatif) nya, hingga Pemilu-pemilu lain yang tentu tidak ada di Indonesia. AS sebagai “dedengkot” nya demokrasi, tentu sudah ribuan kalau tidak jutaan kali trial and error soal bagaimana menjalankan amanat konstitusi mereka yang sudah berkali-kali diamandemen, sehingga AS bisa menjadi negara melting pot bagi banyak peradaban dari seluruh dunia.

Salah satu kota yang paling majemuk di AS adalah New York City (NYC). Bagi yang belum tau, penamaan New York ada 2, yaitu New York City, dan New York State. Saya belum pernah ke keduanya, walaupun 10 tahun yang lalu sempat ke San Fransisco dan sekitarnya. Saya pribadi sangat penasaran untuk mengunjungi NYC, karena ia tidak hanya sering berada di dalam film, namun ingin merasakan situasi riil di sana seperti apa.

Ada sekitar 700 bahasa yang diucapkan oleh para penduduk NYC2 yang kesemua itu karena ratusan suku Bangsa tinggal dan menetap di NYC. NYC yang dulunya (tentu setelah orang Indian asli diusir) merupakan daerah kekuasaan Belanda dan kemudian Britania Raya, dianggap Tanah Tak Bertuan. Namun lambat laun seiring Era Penjelajahan, beberapa penemuan teknologi kunci, terbukanya era perdagangan internasional, Deklarasi Kemerdekaan AS (dari Britania Raya) Perang Revolusi AS, hingga jaman modern saat ini, tetap menjadikan NYC sebagai destinasi untuk mengadu nasib bagi para perantau yang datang dari semua sudut bumi.

Walaupun DKI Jakarta baru-baru ini didaulat sebagai kota terpadat di dunia3, mengalahkan NYC dan Tokyo, namun saya ragu akan kemajemukan Jakarta apabila dibandingkan dengan NYC. Padat nya iya, kumuhnya iya, macet nya iya, drama-drama kota nya iya, tapi kalau kemajemukan diukur dari berapa bahasa yang diucapkan oleh para penduduknya mungkin hanya 50an bahasa (bukan dialek macam bahasa-bahasa lokal) yang diucapkan orang-orang yang tinggal di Jakarta. Jakarta menjadi kota terpadat di dunia dengan pertimbangan daerah Jabodetabek, bukan hanya daerah administratif DKI Jakarta nya saja.

Kemajemukan ini tentu menjadi tolak ukur sebaik apa pemimpin yang dapat menjadi pangilma paling tidak bagi kepentingan administratif suatu daerah. Dengan kompleks nya kemajemukan yang ada di NYC, Bang Zohran (kita panggil saja begitu) tentu sedang deg-degan apakah iya dapat berhasil menjalani periode awal sebagai Walikota NYC.

Bang Zohran yang lahir pada tahun 1991 ini bukanlah orang sembarangan. Dia bukanlah pewaris seperti politisi kebanyakan di Indonesia yang menggunakan karpet merah dari orang tua atau kerabat sehingga tiba-tiba ia duduk di kekuasaan. Bang Zohran “hanya” merupakan anak dari seorang akademisi dan penulis buku, tapi bukan buku yang kaleng-kaleng. Ayah nya yang bernama Mahmood Mamdani sudah menulis 14 buku sepanjang hidup nya. Karena karya-karya yang diantaranya kontroversial dan tidak disukai penguasa, keluarga Mamdani harus berpindah-pindah dari Uganda, India, kemudian AS. Keluarga Mamdani sempat merasa tidak aman ketika tinggal di Uganda, yang pada waktu itu selain Bapak Mahmood menulis buku yang mengulas soal imperialisme dan fasisme di Uganda, pada waktu itu penguasa Uganda adalah seorang jendral yang terkejam sadis bernama Idi Amin Dada. Salah satu film tersohor mengenai Idi Amin adalah The Last King of Scotland yang diperankan secara sempurna oleh Forest Whittaker.

Anyways.

Bang Zohran memang bukanlah merupakan Mayor atau Walikota termuda yang pernah ada di sejarah AS. Kalau kita searching, ada yang namanya Jaylen Smith yang pada tahun 2022 terpilih menjadi Walikota Earle di negara bagian Arkansas. Namun, Earle dan NYC sangat jauh berbeda tentunya. Earle tercatat hanya memiliki populasi kurang dari 2.000 orang, sedangkan NYC ada hampir 9 juta penduduk tinggal di sana.

Namun, Bang Zohran tetap menempati sebagai Walikota NYC termuda sepanjang sejarah NYC yang sudah dipimpin oleh seorang Mayor pada tahun 1665 ketika masih dikuasai bergantian antara pemerintahan kolonial Belanda dan Britania Raya. Bang Zohran akan menjadi Walikota NYC yang ke-111. Angka yang cukup unik untuk menjadi penanda bahwa Bang Zohran adalah pemecah kebuntuan, pemecah es dan sebagainya. Ya kelakarnya, angka 1-1-1 bisa jadi adalah simbol tauhid yang menjadi identitas dari Bang Zohran yang merupakan seorang muslim.

Saya pribadi tidak terusik dengan gosip-gosip miring bahwa Bang Zohran adalah seorang Syi’ah, liberal, pendukung LGBTQ dan lain sebagainya.

Dalam pengalaman kita sebagai orang Indonesia, apalagi saya pribadi yang memiliki latar belakang keluarga yang dua-dua nya berkecimpung di bidang politik, yang namanya politik praktis itu sangat sangat sangat lah kompleks. Politik praktis bukanlah panggung dogmatis yang tidak bisa diutak-atik. Panggung dogmatis hanya bisa ditempatkan di ranah-ranah tetap, misalnya soal ibadah. Namun, untuk urusan bagaimana tata kelola dan mengelola baik itu secara administratif maupun non administratif suatu daerah, banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Bang Zohran yang 2026 nanti baru berusia 35 tahun, tentu membuat orang-orang Indonesia yang tidak terbiasa melihat kesuksesan anak muda (di bawah 40 tahun) bisa mencapai titik tersebut. Namun, Bang Zohran sudah paling tidak memulai karir aktivisme dan politiknya sejak tahun 2019 ketika menjadi anggota dewan state (negara bagian) dari distrik ke 36. Engga, saya ga paham detilnya bagaimana waktu nulis kalimat yang barusan.

Karena biasanya kalau kita melihat Pilkada atau Pileg daerah di Indonesia, untuk ukuran wilayah yang hanya memiliki populasi 8,8 juta seperti NYC, di Indonesia mungkin tidak ada yang namanya Distrik/Kecamatan ke 36, tapi di NYC ada. Bagaimana mungkin ada distrik pemilihan sebanyak itu? Kembali lagi, itu soal sistem pemilihan-pemilihan khas AS, tidak ada padanan nya di Indonesia.

Sejak tahun 2019 itu juga lah, Bang Zohran terus menerus menyuarakan aspirasi masyarakat NYC terutama soal keterjangkauan harga hunian tinggal di NYC yang terus melambung, tidak ramah bagi mereka yang hanya memiliki pendapatan di bawah US$100.000 per tahunnya. By the way, untuk kota se-mahal NYC, uang 100 ribu dollar AS itu bukanlah jumlah yang banyak. Kalau dikonversi ke Rupiah dan menggunakan angka kebutuhan hidup di Indonesia, memiliki pendapatan yang setara Rp 133 juta per bulan, itu sudah kategori Sultan. Permasalahan utama yang sering di-advokasi oleh Bang Zohran adalah terkait dengan sewa hunian di NYC yang bisa mencapai US$3.000 per bulan untuk hunian tipe studio. Kalau dikalikan 1 tahun, dengan rerata pendapatan terendah masyarakat NYC di angka US$80.000 per tahun, maka hanya akan tersisa US$44.000 per tahun, belum lagi biaya-biaya lainnya. Dengan gambaran sederhana seperti itu, kebanyakan masyarakat penduduk NYC menghabiskan hampir setengah dari pendapatan tahunannya hanya untuk biaya sewa hunian. Membeli hunian hampir dipastikan tidak bisa bagi warga NYC, seperti kebanyakan juga warga di kota-kota besar seluruh dunia pada umumnya.

Namun, ada juga kalangan kaya dan super kaya di NYC yang jumlahnya mungkin hanya 2-5% dari total populasi yang ada4. Ini merupakan ketimpangan yang sangat nyata terlihat di NYC yang juga ingin diurai (karena tidak akan bisa diselesaikan) oleh Bang Zohran. Salah satunya adalah dengan memberikan nilai pajak yang lebih proporsional untuk mereka yang memiliki kekayaan sama dengan lebih besar dari US$1 juta.

Lalu, kalau begitu, kenapa tidak masyarakat AS terutama NYC yang memiliki pendapatan tahunan lebih rendah dari 100k USD itu tidak keluar saja dari NYC. Masalahnya tidak se-sederhana itu. Apalagi kalau dilihat dari perspektif aktivisme dan politik. Seperti hal-nya DKI Jakarta yang menjadi daya tarik bagi jutaan orang yang datang dari luar daerah DKI dan luar pulau, berharap bahwa Jakarta akan memberikan kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, ketika melihat kenyataan-kenyataan yang ada, ternyata Jakarta tidak sebaik yang dipikir.

Sama seperti NYC. Apalagi sistem liberalisasi ekonomi dan kapitalisme yang sudah sangat mengakar di kalangan pebisnis (hunian) membuat masyarakat NYC pun pada akhirnya terjebak lingkaran setan, lingkaran jurang ekonomi yang semakin hari semakin dalam. Alih-alih mereka bisa perlahan-lahan keluar dari jurang tersebut, malah justru semakin tersedot dan tidak ada harapan untuk menapaki tangga ekonomi. Mungkin bisa, namun harus menunggu beberapa generasi dulu, baru bisa keluar dari kubangan tersebut.

Sehingga, apa yang disebut dengan reformasi politik dan administrasi, perlu dilakukan.

Bang Zohran yang berasal dari Partai Demokrat AS memiliki haluan politik Sosdem (sosialis demokratik) yang juga banyak dikenal tokoh-tokohnya seperti Bernie Sanders dkk. Kembali, kalau di Indonesia, memiliki haluan yang ada bau-bau ‘sosialis’ nya pasti sudah dianggap macam-macam. Dianggap komunis, dianggap ateis, dianggap tidak ber-Tuhan, anti-agama, dan lain sebagainya. Bang Zohran bisa dibilang merupakan anti-tesa dari Andrew Cuomo yang juga merupakan Walikota NYC sejak tahun 2011-2025, dan kalah dalam Pilkada NYC November 2025 lalu5.

Memang, di AS sendiri, The Land of Hopes, The Land of Dreams, dan julukan lain nya itu, ada hal-hal yang kalau dipikir-pikir lebih mustahil untuk terjadi di Indonesia ketimbang di AS. Padahal, AS adalah negara yang kental sekali akan diskriminasi rasisme nya, gerakan-gerakan politik anti-imigran, dan turunan dari gerakan-gerakan kanan yang mengancam sendi kehidupan masyarakat AS itu sendiri. Lah, wong sudah jelas ketika para kolonial baik itu Portugis, Perancis, Spanyol, Kerajaan Belanda, dan Britania Raya datang menduduki wilayah AS dulu, mereka juga adalah imigran, namun dengan cara kekerasan dan melakukan genosida terhadap jutaan masyarakat asli Indian yang sudah menempati wilayah AS sejak lama. Pada akhirnya syahwat politik dan kekuasaan lah yang berbicara, supaya bagaimana periuk si A tidak dimakan oleh B, C, D dan seterusnya.

Saya tidak lagi coba kupas soal betapa buruknya AS. Sekali lagi, banyak urusan yang dianggap mustahil di AS, sebetulnya kalau dipikir lagi malah lebih berat realisasinya di Indonesia, yang katanya merupakan negara Pancasila.

Misalnya saja, bagaimana tidak, Bang Zohran yang ditakar-takar hanya memiliki kekayaan 200.000 USD bisa mengalahkan kandidat incumbent Andrew Cuomo yang memiliki kekayaan 10 juta USD6. Dengan kerja-kerja sukarela, track record yang sempurna, kepastian hukum di AS itu sendiri (kalau ada cacat, pelanggaran proses Pemilu dll), sampai pada keinginan masyarakat NYC sendiri untuk berubah ke arah yang lebih baik membawa Bang Zohran berhasil mengalahkan Cuomo yang super kaya itu. Saya rasa di Indonesia tidak akan terjadi yang begini sampai kapan pun.

Bayangkan saja, kalau di AS yang saya tau, kalau ada Polantas yang mendapati mobil kita lampu belakang (baik itu stop lamp atau sein) mati, walaupun kita tidak sengaja, maka kita akan diproses secara hukum. Atau misalnya ketika kita sedang berkendara lalu melawan arah sedikit saja, pasti sudah jadi kejar-kejaran bak episode di film-film atau gim GTA. Coba bayangkan di Indonesia. Apa bisa masyarakat nya taat hukum? Apa bisa penegak hukumnya (tadi baru soal transportasi) menindak pelanggaran dan kriminalitas secara tegas seperti yang AS lakukan? Saya rasa tidak.

Apalagi kalau berbicara administrasi dan kekuasaan. Di AS saya rasa lebih masuk akal. Bukan karena pemerintahannya mereka yang berbentuk Federal, namun bagaimana batasan-batasan kekuasaan itu diberikan, sehingga tidak ada abuse of power, terutama dalam penegakan hukum. Setau saya, di AS itu police force, atau kepolisian berada di bawah kewenangan Walikota atau Bupati saja. Kalau sudah state atau negara bagian itu sudah urusan FBI, nasional pun begitu.

Artinya, potensi abuse of power dari penegakan hukum di AS sana ditekan sekecil mungkin. Setiap kesatuan atau departemen penegak hukum terutama kepolisian didesain sedemikian rupa sehingga batas-batas wilayah kerja nya sangat efektif, tidak perlu ada Kepolisian Nasional Amerika Serikat yang semua hal diurusi, mulai dari lalu lintas sampai kejahatan kerah putih.

Sedikit soal pembagian kewenangan penegakan hukum di AS7, yang kita juga mungkin sudah sama-sama tau, kalau kita lihat berita mengenai AS. Soal penegakan hukum keimigrasian mereka ada ICE, soal pengamanan wilayah bandara mereka ada TSA, pengamanan garis perbatasan ada CBP, penegakan hukum soal NAPZA ada DEA, intelijen luar negeri ada CIA, intelijen dalam negeri ada NSA, pengamanan pesisir ada USCG, dan lain sebagainya. Pun soal birokrasi pengadilan dan peradilan juga sudah didesain sedemikian rupa bertingkat. Sehingga, saya pikir, Indonesia ini mengacu ke mana untuk soal administrasi dan rona ideologi politik nasional nya. Wong AS saja seperti itu, kita lebih liberal kalau begitu. Dalam arti banyak kewenangan-kewenangan yang off-side dan menimbulkan celah-celah besar abuse of power.

Apalagi kalau kita melihat di banyak pemberitaan, kekerasan bersenjata merupakan salah satu PR besar bagi semua kepala daerah di AS, tak terkecuali nanti ketika Bang Zohran efektif menjadi Walikota NYC. Oleh karena itu, akan sangat masuk akal kalau urusan-urusan taktis (menyelesaikan perkara ketertiban umum) tingkat kota, ada di bawah kendali seorang kepala daerah tingkat kota, bukan ada di bawah kendali Kepala lembaga tingkat nasional.

Apalagi kalau berbicara NYC, dengan disparitas ekonomi yang sangat nyata, hal tersebut tentu akan menimbulkan kecemburuan sosial. Dari kecemburuan-kecemburuan sosial ini lahir lah niat-niat jahat untuk mengambil jalan pintas demi memenuhi hajat kehidupan. Di NYC sendiri per Oktober 2025 ada tunawisma sebanyak 350.000 orang. Lantas, bagaimana misalnya NYC bisa menyelesaikan masalah tunawisma ini? Dari masalah tunawisma tentu akan beranak-pinak ke masalah kriminalitas lain seperti perdagangan obat terlarang, kejahatan seksual, perdagangan orang, dan lain sebagainya.

Yang artinya, ketertiban sosial, keamanan lingkungan, dan lain sebagainya itu merupakan isu yang kompleks dan harus diurai tidak hanya dari pemahaman hukum per se. Sekali lagi, di situlah pentingnya pembatasan kewenangan penegak hukum (terutama kepolisian) di bawah seorang kepala daerah saja.

Tidak mungkin menyelesaikan masalah kekerasan bersenjata di AS dengan melakukan patroli yang dipadatkan frekuensi nya oleh polisi yang juga bersenjata lengkap. Bukannya malah menyelesaikan isu nya, namun hanya akan menimbulkan isu baru seperti biaya tambahan patroli dan protes akan urgensi dari patroli polisi beratribut militer di masa-masa non-perang. Dan penolakan-penolakan tersebut sudah terjadi di AS beberapa waktu lalu.

Kendati Islam di AS sendiri secara persentase masih dibilang sangat kecil (1,34%)8, namun, adalah pilihan rasional untuk para politisi beragama Islam di AS untuk tidak membawa isu identitas agama di perjalanan karir politik mereka. Ditambah AS yang memang sejak awal berdiri sudah menasbihkan diri nya untuk menjadi negara yang memisahkan agama dan urusan-urusan kenegaraan (administratif). Sehingga, misalnya Bang Zohran ia adalah seorang muslim, tapi status keyakinan pribadi nya lebih bersifat bonus. Utama nya adalah bagaimana Bang Zohran dan sekian banyak politisi muslim di AS lainnya, dipercaya untuk mewakili masyarakat karena kinerja nya, bukan karena agama yang dipeluk.

Sekali lagi, NYC merupakan kota metropolitan yang sangat majemuk, mereka tidak perduli dengan agama, apa agama seseorang, tidak seperti di Indonesia yang banyak fanatik, sedikit-sedikit bawa ke urusan agama, padahal hanya urusan administratif.

Lagian, sebelum Bang Zohran banyak mencuat karena Pemilu NYC, ada kita kenal dr. Mehmet Oz yang berkebangsaan Turki yang kerap kita tonton acara nya saya masih ingat, di Metro TV, untuk siaran ber-subtitle Indonesia. Ia juga merupakan seorang muslim, yang beristri kristen. Namun, hal itu tidak masalah untuk masyarakat AS. Mereka tidak melihat dr. Oz sebagai seorang muslim nya, namun karena kepakarannya dan cara ia menyampaikan sesuatu di depan kamera, sehingga ia memiliki show nya sendiri.

Keberpihakan Bang Zohran terhadap kaum LGBTQ di NYC bukanlah karena ia pro atau merupakan bagian dari kaum Nabi Luth tersebut. Tapi, itu adalah realitas masyarakat di AS khususnya NYC yang perlu dibela, merupakan bagian dari penduduk NYC secara keseluruhan. Bang Zohran tidak hadir dengan menceramahi mereka. Ia hadir dengan menjadi advokat bagi ketidakadilan yang mereka hadapi. Baik itu adalah kaum LGBTQ maupun kaum terpinggirkan lainnya, Bang Zohran hadir untuk itu. Itu adalah realitas politik di NYC, di AS, dan keputusan politik praktis harus diambil secara logis.

Yang saya takutkan hanya 1. Apalagi Bang Zohran dengan tegasnya pernah menyampaikan bahwa dia akan menangkap Netanyahu kalau-kalau yang bersangkutan menginjakkan kaki nya di NYC. Ketakutan saya adalah adanya eskalasi untuk mengeliminasi Bang Zohran dari dunia ini. Cara-cara atau modus operandi eliminasi ini biasa dipakai untuk mengenyahkan lawan politik atau seseorang yang mengancam eksistensi dari pihak lain. Dan cara-cara seperti itu biasa dilakukan oleh seorang fasis yang menggunakan ideologi sebagai bahan manipulasi kekuasaannya.

Bang Zohran berani mengambil resiko itu. Bang Zohran berani mengadvokasi hak-hak masyarakat Gaza dengan apa yang dia bisa (untuk menangkap Netanyahu). Ia juga hadir untuk menjadi pemimpin kalangan yang terpinggirkan kota penuh gemerlap seperti NYC.

Kita semua bukan Zohran Mamdani. Kita semua tidak akan bisa menjadi Zohran Mamdani.

  1. https://en.wikipedia.org/wiki/2025_United_States_elections ↩︎
  2. https://www.nationalgeographic.com/culture/article/new-york-city-700-languages ↩︎
  3. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20251202133536-37-690352/jakarta-kota-nomor-1-dunia-menurut-pbb-tokyo-shanghai-kalah ↩︎
  4. https://www.cbsnews.com/news/city-with-most-millionaires-new-york-number-1/ ↩︎
  5. https://en.wikipedia.org/wiki/2025_New_York_City_mayoral_election ↩︎
  6. https://www.forbes.com/sites/kylemullins/2025/06/24/heres-how-much-new-york-city-mayoral-candidate-zohran-mamdani-is-worth/ ↩︎
  7. https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_federal_agencies_in_the_United_States ↩︎
  8. https://en.wikipedia.org/wiki/Islam_in_the_United_States ↩︎

Leave a comment