Sejak diwacanakan pada Oktober dan September tahun 2013 di Kazakhstan dan Indonesia oleh Presiden Xi Jinping[1], Inisiatif Satu Sabuk Satu Jalan (BRI—Belt and Road Initiative), banyak hal yang telah terlaksana guna merevitalisasi kedigdayaan Tiongkok dalam hal hegemoni negara tersebut di dunia melalui skema jalur dagang[2]. Awalnya BRI diinisiasi dengan kondisi di mana Tiongkok sedang pada fase ekonomi negara dengan kondisi terjadinya shifting dari ekonomi yang bergantung kepada industri manufaktur, menjadi ekonomi yang bergantung kepada jasa[3]. Proses shifting ini tentu saja memakan waktu, usaha, dan dana yang tidak sedikit. Salah satu indikasi kuat perpindahan ‘tulang belakang’ perekonomian yang tadinya industrial-based kepada service-based adalah dengan meningkatnya angka riset di Tiongkok. Continue reading “Belt and Road Initiative dan Rumusan Permasalahannya”